Dark/Light Mode

Pakar Komunikasi Politik, Lely Arrianie

Geger Budaya Politik & UU ITE

Minggu, 28 Februari 2021 19:20 WIB
Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie (Foto: Istimewa)
Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Masih banyak yang beranggapan itu seolah hanya menguntungkan kelompok pro pemerintah. Padahal, yang kontra pun sama saja. Jika demikian masalahnya, maka bukan pasal dan undang undang ITE-nya yang salah. Tetapi, proses, ketentuan dan pemahamaan serta interpretasi pengkritik dan yang dikritiklah yang salah.

Kedua belah pihak, sama-sama mengalami gegar budaya atau culture shock politik. Dan fakta ini terkonfirmasi dengan hasil EUI, yang menilai budaya politik Indonesia dengan skor rendah, yaitu 4,38 persen.

Kenyataan ini mestinya mengisyaratkan bahwa tiap komponen bangsa yang berperan sebagai komunikator politik (baik politisi, profesional, aktivis, jurnalis dan masyarakat yang menyampaikan apresiasi dan aspirasi politik di panggung politik resmi dan jalanan), harus menjadi objek dan sekaligus subjek ”literasi budaya politik” yang bersandar pada keadaban dan etika politik kebangsaan.

Baca juga : Razia Kerumunan, Polisi Amankan 2 Orang Positif Covid

Merujuk Gabriel A Almond dan Sidney Verba, budaya politik “sebagai sikap, keyakinan, nilai dan ketrampilan, serta orientasi yang khas bagi warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya.” Karenanya, tiap warga negara mempunyai orientasi terhadap sistem dan individu.

Orientasi itu yang rupanya di Indonesia, masih bermasalah pasca pertarungan politik lalu. Bahkan pembelahan politik ini belum selesai, dan tak akan selesai minimal sampai Pemilu 2024. Budaya politik kawula, parokial masih menyelip dan menyalib diantara budaya politik partisipan.

Jadi, jika pemerintah bersama wakil-wakil rakyat bermaksud mengubah UU ITE, terutama pasal yang dianggap karet, bertanyalah pada masyarakat.

Baca juga : Komunikasi Politik Polri Harus Baik

Saatnya politisi turun gunung dan memanfaatkan perannya. Kepada konstituen, anggota DPR berkomunikasi dengan cerdas, bersosialisasi sekaligus menguatkan literasi politik. Ini potensi modal agar terpilih kembali pada pemilu berikutnya. Diksi fitnah, caci maki dan ujaran kebencian, janganlah dibungkus atas nama kebebasan dan demokrasi, agar tidak ada yang jadi korban.

Demokrasi perlu keteraturan dan adab menghormati hak orang lain. Adalah kewajiban kita semua, berbudaya dan beretika politik yang baik, agar bebas dari jerat pasal UU ITE yang dianggap menakutkan itu. ■

Penulis adalah Dosen Komunikasi Politik Universitas Nasional (Unas), Presidium Asosiasi Ilmuwan Komunikasi Politik Indonesia (AIKPI), dan Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI).

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.