Dark/Light Mode

KPAI Catat Banyak Siswa Putus Sekolah Selama Pandemi

Ada Yang Nikah, Ada Yang Kecanduan Game Online

Minggu, 7 Maret 2021 10:52 WIB
Komisioner KPAI Retno Listyarti. (Foto: Ist)
Komisioner KPAI Retno Listyarti. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat peningkatan siswa putus sekolah selama pandemi Covid-19. Kondisi ekonomi keluarga siswa turut berperan meningkatkan angka putus sekolah.

Komisioner KPAI Retno Listyarti menyebutkan, ada lima alasan yang menyebabkan siswa putus sekolah di era pandemi ini. Antara lain, menikah, bekerja, menunggak iuran SPP, kecanduan game online, dan meninggal.

Hal ini terungkap dalam pemantauan yang dilakukan pihaknya di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma dan Provinsi DKI Jakarta. Pemantauan dilakukan dengan pengawasan langsung dan wawancara secara online dengan guru dan kepala sekolah jaringan guru Federasi Serikat guru Indonesia (FSGI).

Pemantauan dilakukan pada Februari 2021. Retno menyebutkan, data-data lapangan menunjukkan angka putus sekolah cukup tinggi. "Terutama menimpa siswa yang berasal dari keluarga miskin," ujarnya lewat siaran pers, Minggu (7/3).

Baca juga : DPR Ingin BPJS Kesehatan Turunkan Iuran Kelas 3

Pihaknya menemukan, sejumlah siswa berhenti sekolah karena menikah. Jumlahnya mencapai 33 peserta didik yang berasal dari Kabupaten Seluma, Kota Bengkulu dan Kabupaten Bima. Rata-rata siswa yang menikah berada di kelas XII, yang beberapa bulan lagi ujian kelulusan sekolah.

"Karena masih Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), maka mayoritas menikah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Wali kelas atau guru Bimbingan Konseling (BK) baru mengetahui setelah dilakukan home visit karena tidak pernah lagi ikut PJJ," ungkapnya.

Sejumlah siswa SMK dan SMP berhenti sekolah lantaran terpaksa bekerja karena orang tua terdampak secara ekonomi. Satu siswa SMPN di Cimahi bekerja sebagai tukang bangunan demi membantu ekonomi keluarganya. Lalu ada siswa di Jakarta yang bekerja membantu usaha orangtuanya karena sudah tidak memiliki karyawan sejak pandemi dan sepinya orderan.

Retno memaparkan, kasus siswa menunggak iuran SPP yang mengadu ke KPAI jumlahnya cukup tinggi. Terhitung mulai Maret 2020 hingga Februari 2021 ada 34 kasus. Dari 34 kasus tersebut, tiga di antaranya berasal dari sekolah yang sama. Hampir 90 persen kasus berasal dari sekolah swasta dan 75 persen kasus berada dari jenjang SMA/SMK.

Baca juga : Pebisnis Hotel Dan Resto Minta Keringanan Pajak

Penunggakan uang sekolah terjadi karena dampak pandemi di mana ekonomi keluarga dari anak-anak tersebut terdampak secara signifikan, memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit, sehingga bayar SPP yang dikorbankan.

"Rata-rata yang mengadu sudah tidak membayar SPP 6-11 bulan, faktor ekonomi keluarga yang terpuruk selama pandemic menjadi penyebab utama," kata Retno.

Kasus-kasus seperti ini terjadi di berbagai wilayah seperti Jakarta, Bandar Lampung, Makasar, Denpasar, Pekanbaru, kota Tangerang Selatan, Cirebon, dan lainnya.

KPAI juga mendapatkan data bahwa ada 2 anak kelas 7 SMP di Cimahi yang berhenti sekolah karena kecanduan game online. Satu di antaranya berhenti sementara (cuti) selama 1 tahun untuk proses pemulihan secara psikologi.

Baca juga : Sudah Pandemi, Kena Resesi

Guru di beberapa daerah juga mengadukan, bahwa anak-anak yang pagi hari tidak muncul di PJJ online ternyata masih tidur karena main game online hingga menjelang subuh. PJJ secara online yang mensyaratkan alat daring dan kuota internet ternyata berdampak pada anak-anak kecanduan game online. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.