Dark/Light Mode

Diragukan BPOM

Vaksin Made In Terawan Ternyata Tak Menawan

Jumat, 12 Maret 2021 06:52 WIB
Mantan Menkes Terawan Agus Putranto. (Foto : Antara)
Mantan Menkes Terawan Agus Putranto. (Foto : Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Vaksin Nusantara yang dipelopori eks Menteri Kesehatan, Letjen TNI (Purn) Terawan Agus Putranto menuai banyak rintangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang selama ini jadi wasit utama untuk memutuskan vaksin layak digunakan atau tidak, juga ikut meragukan dan ogah mengeluarkan izin. Bahkan, salah satu tim riset vaksin ini memutuskan mengundurkan diri. Kalau begini kenyataannya, vaksin made in Terawan ternyata tidak menawan.

Di awal kemunculannya, Vaksin Nusantara yang digagas Terawan ini sudah menuai polemik. Berbagai kalangan medis, hingga Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meragukan keamanannya. Kendati demikian, Terawan pantang mundur dan tetap melanjutkan pembuatan vaksin tersebut.

Polemik ini membuat Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan memberi perhatian dengan menyiapkan forum khusus. Rabu (10/3), Komisi Kesehatan DPR ini menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang langsung Terawan ke Senayan.

Turut diundang Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono, Kepala BPOM Penny Lukito, Kepala LBM Eijkman Prof Amin Soebandrio hingga pihak RS Kariadi Semarang, lokasi yang disebut tempat pembuatan Vaksin Nusantara.

Di forum itu, Terawan memastikan Vaksin Nusantara yang digagasnya aman. Eks Kepala RSPAD itu mengatakan, vaksin tersebut berbasis sel dendritik. Saat ini, vaksin tersebut sudah melakukan uji klinis tahap I dan sedang menunggu uji klinis tahap II.

Baca juga : Sukseskan Vaksinasi, Ribuan Relawan Jokowi Gelar Temu Nasional

“Saya waktu itu selaku Menkes ikut berperan serta, di dalam ada kegiatan anak bangsa yang ingin kembangkan vaksin Covid-19 berbasis dendritic cells," kata Terawan.

Terawan mengklaim, vaksin ini bisa menjadi solusi mengatasi autoimun, komorbid berat, dan kondisi-kondisi yang tak bisa diatasi vaksin jenis lain. Ia berharap pemerintah bisa segera memberi lampu hijau. “Meski PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis) belum keluar, saya tetap siapkan, terima kasih ke BPOM dan Kemenkes,” ujarnya.

Meskipun sudah dijelaskan secara gamblang, Kepala BPOM Penny Lukito meragukan kaidah medis di balik pengembangan vaksin tersebut. Dia menegaskan, semua pembuatan vaksin harus melalui sejumlah tahapan. Menurutnya, ada beberapa hal dalam penelitian Vaksin Nusantara yang tidak sesuai kaidah medis.

Penny juga menyayangkan Vaksin Nusantara yang menggunakan sel dendritik belum diuji coba terhadap binatang dan langsung masuk uji klinis I terhadap manusia.

“Tahapan pra-klinik itu tahapan etika, jangan sampai kita memaparkan pada manusia tentang produk yang belum terjamin aspek keamanannya. Jadi di awal harus ada pra-klinik dengan binatang, dan itu ditolak oleh tim peneliti,” kata Penny.

Baca juga : ASDP Terapkan IT Nozzle Di 7 Dermaga Merak

Selain itu, lanjut Penny, Vaksin N santara juga tidak memenuhi kaidah good clinical practice (GCP) atau Cara Uji Klinik yang baik (CUKB). Hal itu merupakan suatu standar kualitas etik ilmiah internasional untuk membuat, melaksanakan, mencatat dan melaporkan uji klinik dengan melibatkan subyek manusia.

“Di dalam penelitian ini juga ada profil khasiat vaksin yang jadi tujuan sekunder yang harus dijawab, karena bukan hanya aspek keamanan saja ya, tapi juga ada di dalam tujuan sekunder tersebut adalah di mana juga penelitian ini harus menunjukkan profil khasiat vaksin yang menjadi tujuan sekunder,” jelas Penny.

Dengan berbagai temuan itu, BPOM belum memberikan lampu hijau untuk Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II dan III bagi Vaksin Nusantara. Namun, Penny menegaskan BPOM akan terus mendukung penelitian dan pengambangan obat serta vaksin untuk mempercepat akses ketersediaan vaksin di masa pandemi Covid-19.

Menyikapi hal itu, Terawan pun menyanggah. Dia memastikan, uji klinis pada hewan sudah dilakukan di Amerika Serikat, AIVITA Biomedical. “Kami juga sudah mendapatkan uji binatang terhadap vaksin dendritik melalui pihak ketiga di AS yang membuat mantap kami untuk ikut peran serta untuk mengembangkan vaksin COVID-19 berbasis dendritik,” tegasnya.

Penjelasan Terawan ini mendapat pembelaan dari sejumlah anggota Komisi IX DPR. Kalangan Senayan meminta agar BPOM dan pemerintah tidak menghambat vaksin yang dibuat anak bangsa. “Sepatutnya negara mendorong pengadaan vaksin hasil karya anak bangsa. Salah satunya Vaksin Nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto. Jangan malah dipersulit,” ujar Rahmad Handoyo, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP.

Baca juga : Menkes Ingatkan Tetap Jaga Prokes Meski Sudah Divaksin

Sementara itu, di tengah polemik ini, tim riset Vaksin Nusantara dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) yang selama ini dibanggkakan oleh Terawan, justru mengundurkan diri.

Alasannya, sejak awal, UGM merasa tidak pernah dilibatkan Terawan dalam pengembangan vaksin tersebut. Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan, dr Yodi Mahendradhata mengatakan, pihaknya tidak pernah terlibat dalam proses uji klinis maupun penyusunan protokolnya.

“Kita baru tahu saat itu muncul di media massa bahwa itu di- kembangkan di Semarang, kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM,” katanya melalui keterangan tertulis dari Humas UGM, kemarin.

Menurut dr Yodi, awalnya sejumlah peneliti UGM memang sempat berkomunikasi tentang pengembangan vaksin di bawah Kementerian Kesehatan. Namun komunikasi informal ini hanya sebatas kesediaan untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.