Dark/Light Mode

Ormas Kombatan : Stop Dorong-dorong Reshuffle Kabinet, Jokowi Tak Bisa Dipaksa

Selasa, 20 April 2021 18:54 WIB
Ketua DPN Kombatan, Budi Mulyawan/Cepi. (Ist)
Ketua DPN Kombatan, Budi Mulyawan/Cepi. (Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ormas Nasionalis DPN (Dewan Pimpinan Nasional) Komunitas Banteng Asli Nusantara (Kombatan) meminta semua pihak menahan diri terkait isu reshuffle kabinet jilid 2.

Ketua DPN Kombatan, Budi Mulyawan mengatakan perombakan kabinet kali ini akan menentukan nasib bangsa, bukan hanya dalam menghadapi pandemi berkepanjangan, juga suksesi 2024.

Ia meyakini Presiden Jokowi punya talenta "out of the box" dalam merombak jajaran kabinetnya.

Baca juga : Pak Jokowi, Rabu Pahing Lagi?

Terlebih, menteri yang harus di-reshuffle kali ini bukan hanya faktor kinerja dan produktifitas selama pandemi, namun lebih dominan aspek politik.

"Dinamika politik ke depan, tidak ada waktu luang lagi merombak kabinet, bahkan beresiko berat jika energi dibuang hanya untuk bolak-balik reshuffle. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan menteri yang cukup loyalpun harus dievaluasi, sebab kali ini kebutuhannya berbeda, apalagi bagi menteri yang bermasalah," ujar Budi Mulyawan alias Cepi.

Cepi yang juga dikenal pelaku sejarah "Kudatuli" atau tragedi 27 Juli 1996 cikal bakal Reformasi '98, meyakini reshuffle jilid kedua ini jadi pintu perombakan kabinet terakhir.

Baca juga : Reshuffle Kabinet, Syarief Hasan: Tugas Jokowi Sangat Berat

Mengingat, negara akan menghadapi agenda politik besar pergantian 271 kepala daerah pada tahun 2022 dan 2023 yang semuanya akan dipimpin pejabat yang ditunjuk/diangkat pemerintah (Pj).

Termasuk, 27 Gubernur yang akan dipilih presiden atas pengajuan Kemendagri. Ini karena tidak adanya Pilkada serentak 2022.

"Jadi, jangan sampai ada yang mendorong-dorong reshuffle dengan pertimbangan buru-buru dan sarat muatan kompromi, serta kepentingan politik sesaat. Bidikannya harus tepat, Jokowi pasti akan melakukan itu," tukas Cepi.

Baca juga : Pak Jokowi, Anakmu Minta Diprioritaskan

Cepi menilai, Presiden Jokowi tidak bisa dipaksa harus berpikir keras sendiri dalam mengatasi dampak multi kritis pandemi yang belum juga reda. Hingga negara dihadapkan kesulitan krisis devisit anggaran.

Dikatakan, Presiden Jokowi memang terbiasa out of the box dalam hal kebijakan-kebijakan yang solutif.

"Kalau pertimbangan reshuflle semata-mata dikaitkan dengan pemekaran dan penguatan kabinet demi mendatangkan investasi, itu tidak cukup untuk mengatasi multi krisis efek pandemi yang dihadapi bangsa Indonesia," tutupnya. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.