Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
RM.id Rakyat Merdeka - KPK kalah gesit menyikapi skandal “buku merah” yang sempat viral. Bahkan, KPK tak bisa melawan sedikit pun saat buku yang terkait perkara suap bos CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, dan sempat disebut-sebut nyenggol Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu, disita Polda Metro Jaya. Jubir KPK Febri Diansyah mengungkapkan, “buku merah” itu disita Polisi Senin (29/10) malam. “Benar, tadi malam, Senin (29/10), telah dilakukan penyitaan,” ujar Febri, kemarin.
Febri merinci, yang disita adalah satu buku Bank Serang Noor, No Rek 28175574, BCA KCU Sunter Mall, beserta 1 bundel rekening koran PT Cahaya Sakti Utama periode 4 November 2015 sampai 16 Januari 2017. “Kemudian, disita juga satu buah buku bank berwarna hitam bertuliskan Kas Dollar PT Aman Abadi tahun 2010,” bebernya.
Penyitaan ini berkaitan dengan penyidikan tindak pidana dengan sengaja mencegah dan merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tak langsung penyidikan, penuntutan ataupun pemeriksaan sidang perkara korupsi, di Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan. Untuk diketahui, “buku merah” itu merupakan barang bukti kasus suap hakim MK soal aturan impor daging sapi, yang melibatkan CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman dan Ng Fenny. Isinya, detail catatan dan riwayat aliran dana dari Basuki kepada sejumlah pejabat.
Baca juga : Bos Segede Apa Pun Pasti Jadi Ciut
Ada 68 catatan transaksi yang diduga suap kepada sejumlah orang dari instansi seperti Bea Cukai, Balai Karantina, Kepolisian, TNI hingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Nilai totalnya Rp23 miliar. Dari 68 catatan transaksi, 19 di antaranya terkait dengan institusi Kepolisian. Tertulis dalam dokumen itu, nama Tito Karnavian tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki. Soal ini, polisi sudah membantahnya. “Kami sudah periksa Basuki. Berdasar pengakuannya, buku itu tidak ada urusan terkait penyerahan (suap kepada pejabat),” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Adi Deriyan, awal Oktober lalu.
Pimpinan KPK memutuskan memberikan dua barang bukti itu, karena adanya penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 23 Oktober 2018, yang dilampirkan Polda Metro Jaya pada KPK. Surat itu dikirim langsung oleh Kapolda Metro Jaya yang ditujukan kepada Ketua KPK pada 24 Oktober 2018. “Pada penetapan pengadilan tersebut, dicantumkan dua barang bukti yang diberikan izin oleh Pengadilan untuk disita dan dua nama terlapor,” imbuh Febri. Sebelum penyitaan buku merah ini, penyidik Polda Metro Jaya juga pernah memeriksa penyidik KPK dan seorang pegawainya.
“Satu orang pegawai yang bekerja di labuksi (pelacakan aset, pengelolaan barang bukti dan eksekusi) diperiksa dalam proses penyidikan di Polda
Metro Jaya,” tutur Febri, pekan lalu. Yang didalami terkait barang bukti perkara suap Basuki terhadap Patrialis. Dari surat panggilan yang diterima KPK, tertulis adanya surat perintah penyidikan tanggal 12 Oktober 2018 dan laporan polisi 11 Oktober 2018.
Baca juga : Terima Duit Rp 3,65 miliar, Taufik Kurniawan Tersangka
Untuk diketahui, isu ini berawal dari beredarnya artikel di IndonesiaLeaks. Isi dari artikel yang dibuat via kolaborasi 9 media Tanah Air ini, menceritakan adanya perusakan barang bukti yang dilakukan dua eks penyidik KPK, Roland Ronaldy dan Harun. Keduanya berasal dari intitusi kepolisian. Roland dan Harun tertangkap kamera CCTV pada 7 April 2017 tengah merobek 15 lembar buku catatan keuangan warna merah. Keduanya juga menyapu beberapa tulisan di sana dengan tip-ex.
Selain Tito, beberapa nama pejabat di Markas Besar Kepolisian RI dan Polda Metro Jaya juga tercantum dalam catatan. Tapi, tak semua penerima tertulis dengan nama jelas. Sebagian hanya menggunakan inisial. Roland dan Harun kemudian menjalani pemeriksaan etik oleh internal KPK, hingga dinyatakan melanggar kode etik. Tapi tak ada sanksi berat. Mereka hanya dipulangkan ke Kepolisian pada 13 Oktober 2017. Seharusnya Roland masih bertugas sampai Oktober 2019, sementara Harun sampai 1 November 2017.
Tak sampai enam bulan setelah dicerai KPK, Roland dan Harun justru diganjar promosi. Pada 8 Maret 2018, Kapolri Tito Karnavian mengangkat AKBP Roland Ronaldy sebagai Kapolres Cirebon Kota, Polda Jawa Barat. Sedangkan Kompol Harun mendapat tempat tinggi di Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya per 27 Oktober 2017.
Baca juga : #PrayForJT610 Berganti Jadi #TakutNaikLion
Pengamat Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar menyesalkan KPK, yang pasrah dan manut saja menyerahkan buku merah ke Polda Metro Jaya. “KPK sudah kehilangan nyalinya,” kata Fickar, semalam. “Lemah ketika ditekan sesuatu yang besar.” Padahal, Fickar menyebut, jika buku merah yang disita merupakan bagian dari barang bukti perkara korupsi di KPK, maka ini merupakan pelanggaran hukum.
Sebab, berdasarkan pasal 25 UU Tipikor disebutkan bahwa penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara Tipikor harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya. Jadi, UU menentukan bahwa terhadap barang bukti perkara korupsi, tidak bisa dilakukan tindakan apa pun sebelum perkara korupsinya diselesaikan. “Kalau ada izin PN atas penyitaan tersebut, inilah bukti hukum yang melawan akal sehat,” kritik Fickar.[OKT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya