Dark/Light Mode

“Buku Merah” Disita Polisi, KPK Nggak Melawan

Rabu, 31 Oktober 2018 12:58 WIB
Foto: kpk.go.id
Foto: kpk.go.id

RM.id  Rakyat Merdeka - KPK kalah gesit menyikapi skandal  “buku  merah”  yang  sempat  viral.  Bahkan, KPK tak bisa melawan  sedikit  pun  saat  buku  yang  terkait  perkara  suap bos  CV  Sumber  Laut  Perkasa, Basuki Hariman, dan sempat  disebut­-sebut  nyenggol  Kapolri  Jenderal Tito  Karnavian  itu,  disita  Polda Metro Jaya. Jubir KPK Febri Diansyah mengungkapkan, “buku merah” itu disita Polisi Senin (29/10) malam. “Benar, tadi malam, Senin (29/10),  telah  dilakukan penyitaan,” ujar Febri, kemarin.

Febri merinci, yang disita adalah satu buku Bank Serang Noor, No Rek 28175574, BCA KCU ‎Sunter Mall,  beserta  1  bundel  rekening  koran PT Cahaya Sakti Utama periode 4  November 2015 sampai 16 Januari 2017.  “Kemudian,  disita  juga  satu buah buku bank berwarna hitam bertuliskan Kas Dollar PT Aman Abadi tahun 2010,” bebernya. 

Penyitaan  ini  berkaitan  dengan  penyidikan  tindak  pidana  dengan sengaja  mencegah  dan  merintangi atau  menggagalkan  secara  langsung atau tak langsung penyidikan, penuntutan  ataupun  pemeriksaan  sidang perkara korupsi, di Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan. Untuk  diketahui,  “buku merah” itu  merupakan  barang  bukti  kasus suap  hakim  MK  soal  aturan  impor daging  sapi,  yang  melibatkan CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman dan  Ng  Fenny.  Isinya,  detail  catatan dan  riwayat  aliran  dana  dari  Basuki kepada  sejumlah  pejabat. 

Baca juga : Bos Segede Apa Pun Pasti Jadi Ciut

Ada  68 catatan  transaksi  yang diduga suap kepada  sejumlah  orang  dari  instansi seperti  Bea  Cukai,  Balai  Karantina, Kepolisian, TNI hingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Nilai  totalnya  Rp23  miliar.  Dari  68 catatan  transaksi,  19  di  antaranya terkait dengan institusi Kepolisian. Tertulis dalam dokumen itu, nama Tito Karnavian tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki. Soal ini, polisi sudah membantahnya. “Kami sudah periksa Basuki. Berdasar pengakuannya, buku itu tidak ada urusan terkait penyerahan (suap kepada pejabat),” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Adi Deriyan, awal Oktober lalu.

Pimpinan KPK memutuskan memberikan dua barang bukti itu, karena adanya penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 23 Oktober 2018, yang dilampirkan Polda Metro Jaya pada KPK. Surat itu dikirim langsung oleh Kapolda Metro Jaya yang ditujukan kepada Ketua KPK pada 24 Oktober 2018. “Pada penetapan pengadilan tersebut, dicantumkan dua barang bukti yang diberikan izin oleh Pengadilan untuk disita dan dua nama terlapor,” imbuh Febri. Sebelum penyitaan buku merah ini, penyidik Polda Metro Jaya juga pernah memeriksa penyidik KPK dan seorang pegawainya.

“Satu orang pegawai yang bekerja di labuksi (pelacakan aset, pengelolaan barang bukti dan eksekusi) diperiksa dalam proses penyidikan di Polda
Metro Jaya,” tutur Febri, pekan lalu. Yang didalami terkait barang bukti perkara suap Basuki terhadap Patrialis. Dari surat panggilan yang diterima KPK, tertulis adanya surat perintah penyidikan tanggal 12 Oktober 2018 dan laporan polisi 11 Oktober 2018.

Baca juga : Terima Duit Rp 3,65 miliar, Taufik Kurniawan Tersangka

Untuk diketahui, isu ini berawal dari beredarnya artikel di IndonesiaLeaks. Isi dari artikel yang dibuat via kolaborasi 9 media Tanah Air ini, menceritakan adanya perusakan barang bukti yang dilakukan dua eks penyidik KPK, Roland Ronaldy dan Harun. Keduanya berasal dari intitusi kepolisian. Roland dan Harun tertangkap kamera CCTV pada 7 April 2017 tengah merobek 15 lembar buku catatan keuangan warna merah. Keduanya juga menyapu beberapa tulisan di sana dengan tip-ex.

Selain Tito, beberapa nama pejabat di Markas Besar Kepolisian RI dan Polda Metro Jaya juga tercantum dalam catatan. Tapi, tak semua penerima tertulis dengan nama jelas. Sebagian hanya menggunakan inisial. Roland dan Harun kemudian menjalani pemeriksaan etik oleh internal KPK, hingga dinyatakan melanggar kode etik. Tapi tak ada sanksi berat. Mereka hanya dipulangkan ke Kepolisian pada 13 Oktober 2017. Seharusnya Roland masih bertugas sampai Oktober 2019, sementara Harun sampai 1 November 2017.

Tak sampai enam bulan setelah dicerai KPK, Roland dan Harun justru diganjar promosi. Pada 8 Maret 2018, Kapolri Tito Karnavian mengangkat AKBP Roland Ronaldy sebagai Kapolres Cirebon Kota, Polda Jawa Barat. Sedangkan Kompol Harun mendapat tempat tinggi di Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya per 27 Oktober 2017. 

Baca juga : #PrayForJT610 Berganti Jadi #TakutNaikLion

Pengamat Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar menyesalkan KPK, yang pasrah dan manut saja menyerahkan buku merah ke Polda Metro Jaya. “KPK sudah kehilangan nyalinya,” kata Fickar, semalam. “Lemah ketika ditekan sesuatu yang besar.” Padahal, Fickar menyebut, jika buku merah yang disita merupakan bagian dari barang bukti perkara korupsi di KPK, maka ini merupakan pelanggaran hukum.

Sebab, berdasarkan pasal 25 UU Tipikor disebutkan bahwa penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara Tipikor harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya. Jadi, UU menentukan bahwa terhadap barang bukti perkara korupsi, tidak bisa dilakukan tindakan apa pun sebelum perkara korupsinya diselesaikan. “Kalau ada izin PN atas penyitaan tersebut, inilah bukti hukum yang melawan akal sehat,” kritik Fickar.[OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.