Dark/Light Mode

Minta Masyarakat Tak Marah-marah Ke China

Luhut, Begitulah Orangnya...

Rabu, 16 Juni 2021 07:15 WIB
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, mendampingi Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Wang Yi, di Danau Toba. (Foto: Istimewa)
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, mendampingi Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Wang Yi, di Danau Toba. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Sejauh ini, hubungan Luhut dengan China memang terlihat sangat mesra. Ia bahkan saling berbalas kunjung dengan orang kepercayaan Xi Jinping.

Di Januari 2021, Menlu Wang Yi datang ke Indonesia menemui Luhut di Danau Toba. Bulan ini, giliran Luhut memimpin rombongan dari Indonesia berjumpa Wang Yi di China. Tentu bukan sekedar berkunjung, ada teken-meneken MoU juga.

Baca juga : Kim Kardashian Tak Masalah Kanye Dan Irina Shayk Kencan

Ekonom INDEF Enny Sri Hartati tak sepakat dengan pernyataan Luhut yang melarang rakyat marah-marah sama China. Menurutnya, rakyat berhak meluapkan aspirasinya. "Negara kan bukan punya Luhut, negara ini milik seluruh warga Indonesia. Jadi, apa haknya Luhut menyampaikan itu," sentil Enny, ketika dihubungi Rakyat Merdeka tadi malam.

Soal porsi untung rugi kerja sama dengan China, kata dia, bisa dilihat di neraca perdagangan kedua negara. Selama ini, Indonesia selalu buntung dalam urusan dagang dengan China.

Baca juga : Merayakan 100 Tahun Pak Harto: Meraih Keteladanan dan Mensyukuri Pembangunan

"Neraca perdagangan kita dengan China itu, dulu kita surplus. Sekarang defisit. Impor kita dengan China itu sudah lebih dari 34 persen," jelasnya.

Sementara ekonom Bank Permata, Josua Pardede justru menilai Indonesia perlu merawat hubungan baik dengan China, agar bisa nyontek ilmu-ilmunya dalam membangun ekonomi. Selain karena China memang juara dalam realisasi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia.

Baca juga : Survei CISA, 51 Persen Masyarakat Tak Puas Kinerja Pemkot Bekasi

"Saya pikir, segala sesuatu harus dilihat secara objektif. China mitra dagang utama kita memang nggak bisa kita pungkiri. Batu bara sama CPO kita juga larinya ke sana," kata Josua, dalam perbincangan tadi malam.

Perkara neraca perdagangan Indonesia dengan China yang masih defisit, itu lebih disebabkan karena industri manufaktur kita yang tak kunjung membaik setelah krisis 1998. Sehingga ekspor Indonesia kebanyakan bahan mentah dan tidak bernilai tambah. Sementara, China mengirim barang jadi, seperti mobil, mesin-mesin, alat elektronik, dan lainnnya. "Semua made in China," sebutnya. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.