Dark/Light Mode

Mahasiswa, Belajarlah Dari Hatta!

Selasa, 6 Juli 2021 20:08 WIB
Muhammad Farid. (Foto: ist)
Muhammad Farid. (Foto: ist)

 Sebelumnya 
Bergerak Melawan Di Jantung Kekuasaan

Tapi Hatta bukan murid kutu buku. Saat menjadi mahasiswa, dia justru ikut mewarnai watak Indische Vereeniging, sebuah perkumpulan mahasiswa-pelajar Hindia yang semula lebih bersifat sosial, menjelma menjadi gerakan politik perlawanan.

Hatta dan teman-teman bahkan menjadi kelompok pemuda pertama yang mengintroduksi kata "Indonesia" dalam pengertian geopolitik, dengan mengubah nama dari Indische menjadi Indonesisch Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia (PI). Belakangan, organ ini bertransformasi lebih progresif dengan nama, “Indonesia Merdeka”. 

Baca juga : Citilink Vaksinasi Penumpang Yang Berangkat Dari Soekarno-Hatta

Di majalah Hindia Poetra, artikel-artikel bernas para aktivis mengalir deras. Ditulis dalam berbagai berbahasa; Melayu, Belanda, Inggris, Jerman, dan Prancis. Hatta sendiri menulis dua artikel di edisi perdananya.

Dari dua tulisan itu, Hatta dipuji dunia. Meski tidak sedikit yang meragukan, termasuk para professor nya di Leiden, apakah benar artikel-artikel itu ditulis pemuda-pemuda Indonesia?! Dari corong Hindia Poetra inilah, gagasan kemerdekaan Indonesia menggema ke seantero jagad.

Akibat aktivitas Hatta, dia dijebloskan penjara pada tahun 1927. Tapi Hatta tidak menyerah. Dari kamar sempit penjara, Hatta justru bersemangat menyiapkan pledoi nya yang akan dibacakan di hadapan hakim-hakim Belanda.

Baca juga : AP II Buka Vaksinasi Gratis Di Bandara Soekarno Hatta

Pidato itu berjudul, Indonesia Vrij (Indonesia Merdeka), yang kemudian menjadi salah satu manifesto politik paling monumental dari seorang pribumi. Bagaikan tusukan bambu runcing, pledoi Hatta menghujam tepat ke jantung kekuasaan kolonial.

Pulang ke Indonesia membawa gelar sarjana, Hatta semakin larut dalam kegiatan politik. Bersama Sutan Sjahrir dia aktif dalam organisasi PNI (Pendidikan Nasional Indonesia) sebuah partai politik yang fokus pada pendidikan politik dan pemberdayaan rakyat terjajah.

Di tengah kesibukannya sebagai aktivis, Hatta tidak berhenti menulis. Di majalah Daulat Ra'jat yang diterbitkan partainya itu, Hatta terus memuntahkan peluru pikirannya terhadap pemerintah kolonial. Akibatnya fatal, dia dibuang ke Papua, lalu ke Banda.

Baca juga : BMKG Ramal Sejumlah Daerah Diguyur Hujan Lebat

Di pengasingan Banda, Hatta tidak tinggal diam. Dia justru mendirikan “sekolah sore” bagi anak-anak pribumi. Bersama Sutan Sjahrir, keduanya mengajarkan aritmatika, sejarah nasional, dan bahasa asing.

Orang Banda lebih mengenal Hatta sebagai “jam berjalan” karena kedisiplinannya, sementara Sjahrir dikenal sebagai “pembela rakyat” karena keakrabannya dengan penduduk setempat. Tapi keduanya sama-sama dikenal sebagai pribadi yang cinta tanah airnya, menolak membungkuk kepada penjajah, dan mendambakan kemerdekaan bangsannya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.