Dark/Light Mode

Mahfud Ungkap Keresahan Rakyat Saat Ini

Takut Mati Karena Covid Takut Mati Karena Lapar

Minggu, 25 Juli 2021 08:00 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Mahfud MD menyampaikan perkembangan situasi politik, hukum dan keamanan selama pandemi Covid-19 saat jumpa pers virtual di Jakarta, Sabtu (24/7/2021). (Foto: Antara/Genta Tenri Mawangi)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Mahfud MD menyampaikan perkembangan situasi politik, hukum dan keamanan selama pandemi Covid-19 saat jumpa pers virtual di Jakarta, Sabtu (24/7/2021). (Foto: Antara/Genta Tenri Mawangi)

 Sebelumnya 
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai, ada dua poin yang mengakibatkan keresahan rakyat. Pertama, karena minimnya komunikasi publik pemerintah. Misalnya, sampai kapan dan kenapa harus PPKM. Kedua, karena bansosnya belum turun. Padahal, PPKM sudah berjalan dua minggu.

“Kalau soal duit, harus ada. Nggak mau tau dari mana. Mau cetak duit boleh. Negara lain cetak duit kok. Amerika, Malaysia, cetak sendiri. Nggak bisa bilang, negara nggak punya duit,” pungkasnya.

Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, pernyataan Mahfud harusnya memantapkan pemerintah untuk fokus menangani pandemi. Pasalnya, biang kerok ekonomi mandek adalah pandemi.

Baca juga : Izin Ke Bini Mau Lembur, Malah Jadi Korban Covid Di Klaster Karaoke Singapura

Dari berbagai indeks mulai dari Bloomberg, Nikkei, sampai The Economist Normalcy Index, menunjukkan posisi Indonesia salah satu yang terbawah dalam kecepatan pemulihan ekonomi di tengah pandemi.

Soal ekonomi, Bhima menyebut sudah memprihatinkan. Sejak Maret 2020, penduduk miskin bertambah lebih dari 1 juta. Yang masih bekerja namun terdampak pandemi, ada 19 juta orang. Memang di awal pandemi, masyarakat kelas menengah punya tabungan.

“Sekarang, jangankan tabungan, aset rumah dan kendaraan saja dijual. Kalau aset habis, ujungnya ke utang dengan bunga tinggi, sangat mencekik,” ulasnya.

Baca juga : Unhan Laksanakan Pelatihan Darurat Covid-19, Antisipasi Lonjakan Kasus

Lagipula, program bantuan pemerintah Rp 300 ribu untuk sebulan terlalu kecil. Apa tolok ukurnya? Ambang garis kemiskinan saja sudah Rp 472 ribu per kepal. Selain kecil, pencairannya juga lambat. BLT dana desa, realisasinya baru 19,4 persen. Padahal masih banyak orang miskin yang belum mendapat Program Keluarga Harapan (Bansos PKH) dan bantuan sosial tunai (BST).

Bhima usul agar pemerintah secara pararel menggelontorkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 136 triliun untuk penambahan bansos. “Tunda proyek infrastruktur yang boros, dan potong gaji plus tunjangan pejabat agar merasakan susahnya rakyat di tengah pandemi,” cetus Bhima.

Sebelumnya, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Maret 2021 angka kemiskinan tembus 27,54 juta orang, atau 10,14 persen dari total populasi di Indonesia.

Baca juga : Dukung Percepatan Vaksin, PUPR Gelar Vaksinasi Covid-19 Untuk Keluarga

Kepala BPS, Margo Yuwono meminta, kondisi ini diperhatikan pemerintah. Caranya banyak. Di antaranya, bisa dengan mengendalikan harga, perlindungan sosial bagi orang yang rentan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai stimulus. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.