Dark/Light Mode

Prof. Tjandra Yoga Aditama

TBC PR Kita Bersama, Insya Allah Kelar 9 Tahun Lagi

Rabu, 29 September 2021 13:10 WIB
Ilustrasi penyakit tuberkolusis (TBC) pada paru (Foto: Istimewa)
Ilustrasi penyakit tuberkolusis (TBC) pada paru (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia kini tercatat sebagai penyumbang kasus tuberkulosis (TB) ke dua terbesar di dunia, sesudah India. Peringkat berikutnya, dengan kasus total di negaranya lebih sedikit dari kita adalah China, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Afrika Selatan.

Untuk upaya pengentasan, Presiden Jokowi sudah mencanangkan untuk Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia di tahun 2030.

Agustus lalu, Jokowi sudah mengeluarkan Peraturan Presiden No.67/2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.  

Baca juga : Kebijakan Vaksin Johnson&Johnson Perlu Dievaluasi, Tetap 1x Atau 2x?

Mengingat tuberkulosis tidak mungkin ditangani oleh sektor kesehatan saja, PerPres 67/2021 juga amat menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor.

Hal ini kemudian melatarbelakangi Universitas YARSI menyelenggarakan Webinar Eliminasi Tuberkulosis dengan menghadirkan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Dr. Maxi R Rondonuwu, serta Sekretaris Direktorat Jendral Bimas Islam Kementerian Agama Muhammad Fuad Nasar bersama pembicara dari Universitas YARSI.

Ini merupakan bentuk konkret dan nyata dari kolaborasi lintas sektor.  

Baca juga : Masih Jauh, Perjalanan Indonesia Menuju Endemi

"Menteri Tenaga Kerja antara lain menyampaikan tentang beberapa aspek TB di tempat kerja. Seperti dampak pada pekerjaan dan kesejahteraan tenaga kerja, lingkungan tempat kerja yang perlu dijaga. Agar jangan jadi potensi penularan serta kemungkinan diskriminasi pada tenaga kerja," papar Direktur Pasca Sarjana YARSI yang juga mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, Rabu (29/9).

Sementara Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementarian Kesehatan Dr. Maxi R Rondonuwu menjelaskan, target-target yang akan dicapai menjelang 2030, beserta langkah-langkah yang akan dilakukan secara jelas.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama memaparkan aspek pengendalian TB yang dapat dilakukan pada 29 ribu pesantren di Indonesia, dengan 4.048.720 santri. Santri  influencer dan tokoh agama, turut berperan.

Baca juga : Kasus Turun Karena PPKM, Jangan Sampai Pelonggarannya Malah Bikin Angka Melonjak Lagi

"Dari sisi medis, Dekan Fakultas Kedokteran YARSI menyampaikan tentang personalized medicine pada TB. Sedangkan saya sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI  membahas tentang tuberkulosis dan Covid-19," ujar Prof. Tjandra.

Diskusi tersebut juga banyak membahas tentang kemungkinan peran perguruan tinggi -termasuk Universitas YARSI- dalam penerapan Tri Dharma perguruan tinggi, Artinya pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat memiliki peran untuk menunjang Eliminasi TB di Indonesia di tahun 2030.

"Kami juga membahas kemungkinan program di pesantren. Universitas YARSI dengan Program Studi Biomedis di Sekolah Pasca Sarjana, Fakultas Kedokteran dan YARSI TB Care berkomitmen penuh untuk berpartisipasi dalam upaya besar kita semua mencapai Eliminasi TB di Indonesia tahun 2030, 9 tahun lagi," pungkas Prof. Tjandra. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.