Dark/Light Mode

Batalin Aturan Ketat Remisi

MA Bikin Girang Koruptor

Sabtu, 30 Oktober 2021 08:10 WIB
Ilustrasi gedung Mahkamah Agung (MA). (Foto: Dok. MA)
Ilustrasi gedung Mahkamah Agung (MA). (Foto: Dok. MA)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) yang memperketat aturan pemberian remisi untuk narapidana korupsi. Dalam pertimbangannya, MA menilai hak mendapatkan remisi adalah hak semua narapidana, tanpa terkecuali. Putusan ini tentu saja bikin girang koruptor.

PP yang dibatalkan MA itu adalah PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Tata Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Secara umum, beleid yang terbit di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, memperketat pemberian remisi untuk pelaku kejahatan luar biasa yaitu korupsi, narkoba, dan terorisme.

Khusus untuk terpidana korupsi misalnya, pemberian remisi dapat dilakukan jika napi tersebut bersedia menjadi Justice Collaborator (JC). JC adalah pihak yang mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara korupsi.

Baca juga : MA Cabut Dan Batalkan PP Pengetatan Remisi Koruptor

Status JC ini dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan Agung. Syarat lainnya, narapidana telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Pengacara senior OC Kaligis yang kini jadi narapidana korupsi pernah menggugat aturan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, dalam putusan akhir September lalu, hakim konstitusi menolak gugatan tersebut.

Ternyata, selain OC Kaligis ada juga yang menggugat PP tersebut ke MA. Mereka adalah Subowo dkk, selaku mantan kepala desa yang kini sedang menjalani pidana penjara di Lapas Klas IA Sukamiskin, Bandung.

Baca juga : Bahlil: Serapan Kredit Masih Minim, Izin UMKM Harus Dikebut

Mereka menggugat pasal 34A serta pasal 43 A PP Nomor 99 tahun 2012 yang mengatur soal pemberian remisi kepada narapidana kasus kejahatan luar biasa yaitu perkara korupsi, terorisme dan narkoba. Mereka menilai ketentuan dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Lalu apa putusan MA? “Putusan, Kabul HUM (Hak Uji Materiil),” kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro, kepada wartawan, kemarin. Pada intinya, majelis menilai aturan dalam PP itu tidak sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menjadi aturan induknya.

Vonis tersebut diketok pada 28 Oktober 2021 oleh Majelis Hakim Supandi sebagai ketua dan Is Sudaryono dan Yodi M Wahyunadi selaku anggota. Ada 10 pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini.

Baca juga : Kejagung Tetapkan Eks Dirut Perum Perindo Tersangka Korupsi

Hakim menilai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar memenjarakan pelaku agar jera, akan tetapi usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model restorative justice atau model hukum yang memperbaiki. Selain itu, narapidana bukan saja objek melainkan juga subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.