Dark/Light Mode

Ode Buat Syafi’i

Kamis, 28 Maret 2019 07:44 WIB
Ngopi - Ode Buat Syafi’i
Catatan :
DAUD FADILLAH

RM.id  Rakyat Merdeka - Sembari menyeruput kopi, saya memandang ke arah pohon kecapi. Udara terasa lembab sekali. Hujan mengguyur musholla kami. Saya duduk di ubin, di serambi surau tak bernama ini.

Saya duduk di sisi kurung batang untuk mengangkut para tetangga saya yang telah kembali ke pangkuan Illahi. Mungkin juga akan dipakai untuk mengangkut jenazah saya nanti.

Saya duduk menghadap ke lahan kuburan yang luasnya sekira lapangan sepakbola ini. Yang salah satu sudutnya, tumbuh pohon kecapi. Pohonnya rimbun, enak dipandang, meneduhkan hati.

Baca juga : Penyelam Ini Mati Syahid

Sambil menikmati kopi, saya ngobrol dengan Pak Syafi’i. Dia adalah warga setempat yang sehari-hari membersihkan lahan kuburan ini. Yang saya panggil dengan sebutan Kakek, sebab usianya jauh lebih tua dibanding saya ini.

Selepas pensiun dari pabrik alat-alat musik, Pak Syafi’i rajin membersihkan lahan kuburan ini. Saya kira, kepada masyarakat ia mengabdi. Dengan caranya sendiri.

Dengan cara membersihkan lahan kuburan yang dikelilingi rumah para tetangganya ini. Bukan sekadar mengisi hari. “Dari pada bengong di rumah, mendingan bersihin kuburan,” tutur Pak Syafi’i.

Baca juga : Rezeki Mpok Dedeh

Bagi saya, itu bukan kalimat sepenuh hati. Tapi, sekadar merendah hati. Saya pun menerka suasana kebatinannya: ia sedang ingin menabung kebaikan untuk bekalnya nanti.

Sepertinya, ia bukan mencari materi lagi. Sebab, tak seberapa gajinya sebagai penjaga kebersihan kuburan ini. Tak sampai seperempat UMR tahun ini. Apalagi, anak-anaknya kini telah mandiri.

Seiring kopi kami yang hampir habis, hujan berhenti. Pak Syafi’i ingin kembali membersihkan lahan kuburan ini. Dia berucap, “Saya mau kerja lagi.” Ia lantas memotong-motong kecil batang pohon rambutan yang patah, merapikannya sendiri.

Baca juga : Nyontek Merlion Tertib Ber-MRT

Tapi, saya melihat Pak Syafi’i seperti bukan sedang membersihkan kuburan ini. Melainkan, seperti sedang menulis puisi. Puisi tentang mengisi senja hari. Puisi yang kuat, mengalir dari dasar hati. Menguatkan lengannya yang tak kekar lagi.

Tak berapa lama Pak Syafi’i bekerja kembali, air tumpah dari langit lagi. Dan saya, kembali menyeduh kopi. Lalu, kami ngopi lagi di samping kurung batang ini. **

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.