Dark/Light Mode

Mungkin Dia Lelah

Rabu, 8 Mei 2019 05:02 WIB
Ngopi - Mungkin Dia Lelah
Catatan :
AULIA DARWIS

RM.id  Rakyat Merdeka - Belakangan ini kami sekeluarga punya kebiasaan baru, naik transportasi publik bus Transjakarta atau lebih sering disebut busway. Mobil pribadi yang biasanya keluar tiap akhir pekan itu akhirnya makin lama dikandangkan di garasi.

Biarlah, ini demi mensukseskan program naik transportasi publik. Memang, dengan masifnya pembangunan transportasi publik, menjadi magnet bagi orang-orang untuk menjajalnya.

Tak elok pula rasanya mengagungkan pembangunan infrastruktur, tapi kita tak mau beralih meninggalkan kendaraan pribadi. Sekalian berolahraga.

Biasanya naik motor tanpa keringat, kini dengan berjalan kaki dari komplek perumahan menuju halte bus sejauh 300 meter bisa membuat jantung berdetak lebih cepat.

Baca juga : Baby Sussex, Mungkinkah Dinamai Spencer?

Peluh lumayan bercucuran di Minggu pagi itu. Headway alias waktu tunggu tidak terlalu lama. Sepuluh menit berdiri, bus menuju Blok M dari Ciledug datang. Penuh sesak.

“Memang kalau akhir pekan lebih ramai, Mas,” jelas petugas berseragam di atas bus. Dia juga sigap mengarahkan penumpang prioritas mendapat tempat duduk. Anak muda disuruh berdiri. Kursi diberikan ke penumpang lansia dan ibu-ibu. Ini menarik.

Pernah di suatu kereta, saya lihat anak muda pulang kerja dengan santainya duduk, tak memberikan kursinya buat penumpang lain yang lebih membutuhkan. “Mungkin dia lelah, sakit,” gumam penumpang lain.

Perjalanan yang ditempuh lumayan singkat. Karena, jalur bus tidak ada yang menyerobot. Kok bisa? Jalurnya dibuat di atas, jadi mobil dan motor pribadi tak bisa masuk. Ada petugas yang bersiaga menghalangi pengendara nakal di awal jalur naik.

Baca juga : Dikocok Dalam Gelas

Bus aman berlenggak-lenggok. Penumpang pun disuguhi pemandangan rancak ibu kota. Sayangnya, di jalur bawah semrawut. Jalan yang dulu dua lajur, kini jadi satu lajur, menyempit dengan kehadiran tiang-tiang beton busway.

Kehadiran busway yang jadi prioritas membuat jalan-jalan yang dilaluinya menyempit dan macet. Dari Blok M, kami nyambung lagi bus ke arah Kota. Kali ini tak banyak penumpang, jadi bisa mendapat tempat duduk.

Tak beberapa lama, sudah sampai di halte Bundaran HI, tempat tujuan. Saya menuju lapak seorang teman yang berjualan saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB).

“Boleh Bu, tiga seratus ribu,” saya ikut berteriak memanggil pembeli. Tidak ada yang masuk. Saya hoyak lagi lebih kencang. Kali ini, seorang ibu masuk ke tenda lapak, melihat baju kaus yang terpajang. Tak butuh waktu lama melihat dia mengeluarkan uang.

Baca juga : Senyuman Di Balik Gedung Mewah

Memang, pengunjung HKBP ini selain berniat olahraga juga sekalian belanja barang murah. Dalam 4 jam buka lapak, teman saya ini bisa mengantongi omzet sejuta rupiah. Lelah berkeringat, hasil tak seberapa. Tapi pedagang kecil ini tetap bahagia.

Bersyukur bisa diberi tempat jualan. Sebelum pukul sepuluh, dagangan sudah dibereskan. Saatnya mendorong gerobak berisi barang dagangan kembali ke rumah. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.