Dark/Light Mode

Dibahas Kilat, Disahkan Minggu Ini

UU Ibu Kota Negara Jangan Bernasib Seperti UU Ciptaker

Senin, 17 Januari 2022 08:58 WIB
Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia (Foto: Istimewa)
Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
“Dari awal, kami semua sudah berkomitmen untuk menjaga supaya tidak cacat formil, yakni dengan mengikuti semua prosedur pembuatan undang-undang. Kami juga mentaati Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) maupun Tatib (Tata Tertib). Selain itu, prinsip kehati-hatian dari semua aspek yang menjadi sorotan publik itu juga kita perhatikan semua, termasuk lingkungan dan lain sebagainya," ujarnya. 

Meski begitu, karena kerja Pansus ini begitu cepat, banyak pihak yang ragu terkait ketaatan dalam pelaksanaan prosedur. Termasuk dari internal DPR. Anggota Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan salah satunya. 

"Niat untuk membangun Ibu Kota ini harus kita hormati. Tapi, diperlukan kehati-hatian apalagi timeline. Nanti kalau ketabrak gimana. Inilah harus kehati-hatian," pesan mantan Sekjen Partai Demokrat ini.

Baca juga : Sukuk Ikut Bangun Ibu Kota Negara Baru

Anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera juga sama. Karenanya, dia meminta Pansus tidak perlu terburu-buru mengesahkan RUU IKN. Dia lalu mengingatkan, jangan sampai UU IKN bernasib seperti UU Cipta Kerja, yang diputus tak memenuhi syarat formil oleh MK, karena bermasalah saat proses pembentukannya.

Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin tak kaget mendengar RUU IKN bakal segera disahkan. Sebab, RUU itu pesanan Pemerintah. Dengan komposisi DPR yang mayoritas partai koalisi, pembahasannya dipastikan cepat.

"DPR tak akan berani mengkritik atau menolak. Karena semuanya seperti paduan suara, yang bernada 'setuju'. Sistem kebut sebulan itu biasa dilakukan DPR. Soal hasilnya, mereka tak peduli. Makanya, banyak Undang-Undang yang mentah di MK, seperti Undang-Undang Cipta Kerja," ucap Ujang.

Baca juga : Banjirnya Lebih Parah Dari DKI

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyikapi hal ini dengan lebih kalem. Dia meminta DPR membuka kajian akademik RUU IKN. Ia tidak ingin UU ini dibuat sebatas menggunakan template, tanpa riset yang matang. 

Dedi menerangkan, IKN merupakan mega proyek. Jika gagal, tidak dapat diulang. Potensi terjadi korupsi juga sangat besar. Karena itu, harus benar-benar dimulai dengan kajian yang detail dan bersih dari kepentingan politik kekuasaan.

"Wibawa pemerintah dipertaruhkan. Sekaligus akan menjadi tanggung beban pemerintahan berikutnya. Sehingga hal yang instan, terburu-buru, harus dihindari, terlebih dikerjakan dalam masa pandemi," sarannya. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.