Dark/Light Mode

RUU Perampasan Aset

DPR Tunggu Surat Presiden

Sabtu, 11 Maret 2023 07:45 WIB
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto. (Foto: DPR)
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto. (Foto: DPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan masih menunggu kiriman Surat Presiden (Surpres) soal Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset. Aturan itu dibutuhkan aparat penegak hukum dalam memaksimalkan pengembalian keuangan negara dari hasil korupsi.

Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengaku ingin segera membahas RUU Perampasan Aset jika sudah ada surpres yang dikirimkan Pemerintah. “Kami pasti akan bahas segera setelah ada Surpres dan penunjukan Wakil Pemerintah,” kata dia, kemarin.

Didik bilang, RUU ini inisiatif pemerintah. Naskah akademik dan draf RUU tersebut tengah diharmonisasi lintas kementerian di level Pemerintah. Setelah final, baru ditetapkan lewat Surpres untuk dikirimkan ke DPR.

Sementara, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej memastikan, pembahasan RUU Perampasan Aset terus berjalan hingga disahkan sebagai undang-undang. Untuk saat ini, posisinya masih dalam perumusan dengan format RUU Perampasan Aset.

Baca juga : ACC Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Cirebon

“RUU Perampasan Aset masih diharmonisasi, lalu kita akan serahkan kepada Presiden. Kemudian nanti ada Supres dari Presiden. Kalau sudah ada surat dari Presiden pasti akan ke DPR,” ujar Eddy sapaan akrabnya di Yogyakarta, kemarin.

Eddy menegaskan, tak ada upaya penundaan. Pemerintah terus mengkaji materi dalam RUU Perampasan Aset. Targetnya pekan depan akan masuk dalam jadwal pembahasan. “Nanti ada pembukaan masa sidang (DPR) Selasa tanggal 14 (Maret 2023). Kalau bisa sudah mulai dibahas pada masa sidang berikutnya,” kata dia.

Eddy memaparkan poin-poin dari RUU Perampasan Aset yang memiliki acuan kuat. Salah satunya adalah United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Kebijakan ini di Indonesia terimplementasi dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Natlons Convention Against Corruption (UNCAC).

Dia menilai, terbitnya RUU Perampasan Aset krusial. Sebab, selama ini Indonesia mengacu pada Conviction Based Asset Forfeiture. Artinya baru bisa merampas aset setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. “Artinya kita pakai dalam jalur pidana,” kata dia.

Baca juga : Kasus Penganiayaan Anak Tak Terkait Politik Identitas

Meskipun perampasan aset di berbagai negara itu tidak hanya Conviction Based Asset Forfeiture, tapi bisa juga dengan Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). Artinya, bisa diakukan gugatan perdata. “Itu yang mungkin akan kita bahas dalam RUU Perampasan Aset,” ujarnya.

Terkait antisipasi pencucian uang, Eddy membenarkan. Menurutnya berkaca pada kasus-kasus sebelumnya ada upaya penghilangan barang bukti. Salah satunya dengan cara tindak pidana pencucian uang.

Sebagai sinkronisasi, kata Eddy, Pemerintah juga akan menggunakan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) atau berupa aset yang dimiliki oleh setiap terperkara. Sehingga bila ada perbedaan data akan menjadi upaya penyelidikan dan berujung pada penyitaan. “Jadi semacam suatu pencegahan,” imbuhnya.

Nantinya, kata Eddy, korporasi akan melaporkan aset mereka atau pemiliknya. Hal ini bertujuan untuk mencegah praktik pencucian uang.

Baca juga : Resmikan Posko, Solmet Beri Bantuan Sembako Presiden Kepada Nelayan

Sebelumnya, Presiden Jokowi mendorong agar RUU Perampasan Aset bisa segera diundangkan. Hal itu setelah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 menempati angka terendah sejak reformasi.

“Saya mendorong agar RUU tentang Perampasan Aset dalam tindak pidana korupsi dapat segera diundangkan,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/2). â– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.