Dark/Light Mode

DPR Minta IDI Tak Intervensi Pembahasan RUU Kesehatan

Selasa, 11 April 2023 11:42 WIB
Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tak melakukan intervensi atau mendikte DPR dan Pemerintah dalam pembahasan RUU Kesehatan. Sebab, tegas Irma, pembahasan RUU Kesehatan ini sangat penting.

“Jangan halangi perwakilan rakyat membenahi regulasi untuk kebaikan rakyat dan dokter,” ucap Irma, di Jakarta, Selasa (11/4).

Sebelumnya, Ketua Umum PB IDI Mohammad Adib Khumaini meminta agar DPR dan Pemerintah menghentikan pembahasan RUU Kesehatan, yang saat ini berjalan di Komisi IX DPR. Salah satu alasannya, IDI menganggap, RUU Kesehatan tidak jelas asal-usulnya dan menghilangkan peran organisasi profesi sebagai penjaga hak imunitas.

Irma pun mementahkan alasan IDI ini. Dia menegaskan, selama ini, IDI berada di zona nyaman dengan mengatasnamakan organisasi eksklusif profesi kedokteran.

Baca juga : Benfica Vs Inter Milan, Masih Meraba-raba Kekuatan Lawan

Pertama, kata Irma, IDI lupa bahwa parlemen punya tanggung jawab terhadap regulasi yang negative impact terhadap masyarakat, yang dokter-dokter juga bagian dari masyarakat. Kedua, IDI lupa bahwa regulasi itu ada di tangan pemerintah.

“Parlemen dan organisasi profesi serta masyarakat adalah bagian dari control system yang efektif terhadap operasional dari regulasi tersebut. Jadi, IDI tdk punya hak sama sekali untuk menghalangi lembaga perwakilan rakyat melindungi masyarakat yg diwakilinya untuk mendapatkan service yang lebih baik dari negara,” ucap politisi Partai NasDem ini.

Ketiga, lanjut Irma, IDI harus diaudit. Karena selama ini mengelola banyak sumber-sumber penghasilan tidak langsung seperti rekomendasi untuk Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP), rekomendasi terkait limbah rumah sakit maupun klinik, rekomendasi untuk melanjutkan sekolah spesialis (PPDS). “Bahkan dokter yang sudah dinyatakan lulus oleh perguruan tinggi dan ingin magang pun harus mendapatkan rekomendasi IDI,” beber Irma.

Dia melanjutkan, Indonesia saat ini kekurangan dokter. Untuk itulah Parlemen bersama dengan Pemerintah membuat tata kelola yang dapat mempermudah anaka-anak bangsa yang ingin sekolah di kedokteran. Sekolah tidak mahal dan masuknya juga tidak sulit karena akan ada banyak sekolah-sekolah kedokteran yang akan diberikan izin dengan standar kualitas yang akan ditentukan Pemerintah.

Baca juga : Yandri Minta BPOM Genjot Literasi Tentang Obat Dan Makanan

Selama ini, sambung Irma, hanya anak-anak orang kaya yang mampu jadi dokter atau berprofesi sebagai dokter. Sebab, selain fakultas kedokterannya terbatas, biaya untuk masuk juga sangat mahal.

“Ini yang menyebabkan akhirnya profesi ini jadi eksklusif. Ditambah lagi organisasi profesinya yang dibiarkan mengambil alih wewenang pemerintah dengan segala tetek bengek rekomendasi, yang akhirnya membuat Indonesia kekurangan dokter, sehingga banyak dokter yang harus praktik di beberapa RS,” paparnya.

Keempat, Irma membantah IDI bahwa draf RUU Kesehatan tidak jelas asal usulnya. Irma menganggap, pernyataan IDI itu sama saja telah menghina parlemen (contempt of parliament).

“Karena pada dasarnya, draf RUU Kesehatan yang merupakan inisiatif DPR menjadi tanggung jawab lembaga ini. Jadi, IDI yang seharusnya tidak berpikir negatif. Lagi pula, daft RUU Kesehatan akan dibahas bersama antara parlemen dan pemerintah, jadi tidak ada alasan IDI menyatakan RUU ini tidak jelas asal usulnya,” tegasnya.

Baca juga : Dito Mahendra Kembali Tak Penuhi Panggilan, KPK Ingatkan Untuk Kooperatif

Sebagai organisasi profesi, kata Irma, sebaiknya IDI fokus pada tupoksinya, yaitu melindungi dan menyejahterakan anggota. Tidak perlu ikut menjadi regulator. “Sebagai organisasi profesi, memberikan masukan pada RUU ini akan lebih bijak daripada menghalang-halangi parlemen dan pemerintah membuat regulasi yang berguna untuk rakyat,” sarannya.

Irma memastikan, pemerintah dan DPR tidak akan mengatur organisasi profesi. “Biar itu jadi domain anggota organisasi profesi, seperti apa dan bagaimana yang mereka inginkan,” janjinya.

Pemerintah dan DPR juga akan tetap mengakui organisasi profesi, konsil, dan kolegium. “Dan diharapkan Pemerintah akan menetapkan regulasinya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Karena ini merupakan fungsi eksekutif negara, bukan fungsi legislatif maupun yudikatif,” tutup Irma.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.