Dark/Light Mode

Sulit Dapat Dana Bergulir LPDB

UMKM Butuh Kelonggaran

Kamis, 21 Maret 2024 07:11 WIB
Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto
Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) diminta membantu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi mengakses kredit dana bergulir di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Sebab, LPDB banyak menolak pengajuan kredit dari masyarakat koperasi dan wong cilik.

ANGGOTA Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengatakan, di daerah pemilihannya (Jakarta) banyak pelaku usaha UMKM dan koperasi sulit mendapatkan kredit dana bergulir.

“Saya lihat di sini kan Rp 1,81 triliun. Tapi rata-rata mereka ini kesulitan memenuhi persyaratan,” keluh Darmadi dalam rapat kerja Komisi VI DPR bersama Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/3/2024).

Darmadi mengaku sering mencoba membantu pihak yang ingin mengakses kredit dana bergulir ini di daerah pemilihannya, namun memang ternyata tidak mudah. Bahkan dia menghubungi pihak terkait, tapi tetap saja permohonan kredit dana bergulir yang dimohonkan gagal alias dinyatakan ditolak.

“Jadi gagalnya ini banyak ­persoalan. Nah, ini ada perubahan tidak dipersyaratan tahun-tahun ini, sehingga kita bisa dapat informasi. Karena percuma juga kalau kita kemudian ada yang mau, kemudian terhambat oleh berbagai per­soalan,” katanya.

Padahal, sambung politisi Fraksi PDI Perjuangan ini, masyarakat sangat mendambakan dapat memperoleh bantuan kredit di LPDB, mengingat sistem cicilannya mudah dan ringan.

Baca juga : BSI Patok Dirikan Tiga Kantor Cabang Di Saudi

“Nah mereka ingin KMK (Kredit Modal Kerja). Bisa diadopsi nggak keinginan mereka begitu,” lanjutnya.

Darmadi mengakui, kesulitan koperasi untuk menjadi penyalur dana bergulir ini karena memang pencatatannya masih menggunakan cara manual, alias hanya menggunakan kertas.

“Pencatatan, pembukuan akutansinya bermasalah. Nah, ini poin-poin yang sering mereka hadapi. Ya maklum kan koperasi nyatatnya sembarangan. Bahkan penjualan hanya pakai kertas,” selorohnya.

Darmadi mengatakan, pencatatan koperasi belum sepenuhnya modern. Pengalamannya 20 tahun lalu, memang untuk bisa mendapatkan kredit di bank itu bisa meminjam dengan pencatatan kertas biasa.

“Nah, sekarang tentu sudah nggak bisa. Tetapi ini kooperasi, saya pikir pencatatan mereka kan tidak sempurna. Apalagi pakai jurnal-jurnal segala kan susah juga. Ada nggak perubahan ­untuk adopsi mereka?” ujar Ascociate Profesor di bidang hukum ini.

Bahkan temuannya, ungkap Darmadi, banyak koperasi yang sebenarnya baru berjalan 1-2 tahun ini dan punya keinginan untuk mendapatkan pinjaman melalui LPDB, juga banyak yang gagal.

Baca juga : Jumlah Masyarakat Miskin Ekstrem Bakal Bertambah

“Beberapa bahkan saya sudah pernah kirim ke Kementerian Koperasi, dan saya tanya gimana? Gagal Pak, nggak bisa Pak. Begitu. Jadi banyak sebab. Jadi Mohon nanti diperjelas,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Darmadi juga mempertanyakan progres pengadaan minyak ­goreng murah melalui ­minyak makan merah. Kemenkop dan UKM telah membuat pilot project untuk program minyak makan merah ini menggandeng 6 koperasi di Sumatera Utara.

“Tingkat penerimaan mereka bagaimana? Misalnya tingkat kesukaan mereka, Keyakinan mereka, knowledge mereka, dan apakah ada repeat untuk membeli itu? Jadi ini kan harus diukur, post-buying behavior ini. Perilaku setelah dia membeli,” tanyanya.

Menurutnya, riset ini pen­ting untuk menjawab perilaku masyarakat atas produk minyak makan merah ini mengingat jenis minyak goreng ini baru dikenal masyarakat. Walaupun sudah di-endorse oleh Presi­den Jokowi, tetap saja masih ­banyak masyarakat yang belum mengerti.

“Kalau saya tanya ke masyarakat, banyak nggak tahu apa itu. Tapi itu di Jakarta, ­nggak tahu kalau di Jawa ­Tengah atau di Kalimantan. Tapi kalau tempat saya di Jakarta, minyak makan merah itu apa? Mungkin lihat warna merah saja sudah langsung nyoblos kalau lihat merah,” kata Darmadi berseloroh.

Sementara, Menkop dan UKM Teten Masduki menuturkan, terkait Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini harus diakui, Peme­rintah harus melakukan evaluasi. Sebab, masih sulit bagi UMKM untuk mengakses KUR ini.

Baca juga : Warga Kamal Hemat Ratusan Ribu/Bulan

Walau secara regulasi, KUR itu sampai Rp 100 juta itu bisa tanpa agunan, tapi dalam praktiknya, bank pelaksana penyalur KUR itu tetap mempersyaratkan agunan.

“Karena itu, kami sedang melakukan kajian dan sebentar lagi kita akan bawa ke rapat menko ekonomi. Kami ingin melakukan perubahan,” kata­nya.

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.