Dark/Light Mode

Pinjam Duit Bank Buat Beli Gabah Petani

Bulog Baiknya Pakai APBN

Minggu, 5 Mei 2024 07:15 WIB
Anggota Komisi IV DPR KRT Darori Wonodipiro
Anggota Komisi IV DPR KRT Darori Wonodipiro

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan meminta Perum Bulog tidak lagi membeli beras petani menggunaakan dana pinjaman perbankan. Bulog terkendala memaksimalkan serapan berasnya akibat pinjaman berbunga ini.

ANGGOTA Komisi IV DPR KRT Darori Wonodipiro menga­takan, saat ini harga gabah di petani cukup turun signifikan lantaran di banyak daerah memang sedang terjadi panen raya. Musim panen raya ini, Bulog harus bisa maksimalkan beli gabah dari petani.

“Cuma masalahnya, Bulog juga terkendala karena dana yang digunakan itu berasal dari pinjaman dengan bunga komersial. Jadi sama saja, karena Bulog ini kan juga nggak mau rugi,” katanya.

Darori mengatakan, pembelian gabah dari petani ini tentu sangat penting, tidak hanya ­untuk upaya stabilisasi harga di tingkat petani. Tetapi juga meningkatkan kapasitas Ca­dangan Beras Pemerintah (CBP) di gudang-gudang Bulog.

Makanya, dia usul ada kebi­jakan penganggaran yang mendorong fleksibilitas Bulog dalam memaksimalkan serapan gabah petani. 

“Mestinya Bulog diberikan dukungan yang bersumber dari uang negara (APBN), karena kalau pinjaman itu kan pakai bunga komersial,” usulnya.

Baca juga : Saham BRI Makin Kinclong

Darori berharap, dukungan anggaran bagi Bulog untuk upaya stabilitas harga dan CBP ini dapat dikaji secepatnya. Sehingga, Bulog benar-benar bisa diandalkan saat harga gabah di petani anjlok.

“Saya kira ini perlu ­dikaji. Karena kami ini sudah 10 ta­hun di Komisi IV (DPR), sam­pai se­karang belum tuntas. Nanti ketemu Mentan (Menteri Per­ta­nian) dan (Kepala) Ba­dan ­Pangan Nasional dan badan ­untuk cari jalan keluar ba­gaimana cara mengatasinya,” tambahnya.

Hal senada dilontarkan ­anggota Komisi IV DPR Hermanto. Menurutnya, Bapanas perlu menyiapkan strategi kebijakan yang lebih jitu dalam mendorong pengadaan stok beras dalam negeri semaksimal mungkin. Caranya, dengan membeli gabah dan beras ­petani dan mendorong pengadaan pupuk yang murah bagi petani, tepat waktu serta perbaikan irigasi oleh Pemerintah.

Selain itu, kebijakan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras di konsumen, juga sedapat mungkin memperhatikan daya beli di masyarakat.

“Sebab kebijakan relaksasi HET beras, secara umum dapat memicu inflasi. Karena itu, sebaiknya HET yang lama dipertahankan,” kata Hermanto.

Hermanto kemudian ­menyinggung relaksasi HET yang belum lama ini dikeluarkan oleh Bapanas untuk beras premium dan medium yang berlaku 10-23 Maret 2024.

Baca juga : Buruh Jadi Pahlawan Penggerak Ekonomi

HET beras premium yang semula Rp 13.900 per kilogram, menjadi Rp 14.900 per kilogram. Sementara untuk HET beras medium, yang semula Rp 10.900 per kilogram menjadi Rp 12.500 per kilogram. Relaksasi HET beras medium ini berlaku sejak 24 April hingga 31 Mei 2024.

Hermanto mengingatkan, kebijakan relaksasi HET ini tentu berdampak besar pada masyarakat. Apalagi selama ini, konsumen beras premium ini adalah masyarakat berpeng­hasilan menengah ke atas.

Bila perpanjangan relak­sasi HET beras premium dan ­medium ini dengan maksud memberi margin besar bagi ­petani, maka hal itu dapat dipahami demi pemerataan pendapatan.

Namun, bila relaksasi HET beras ini terus diperpanjang, maka dapat berdampak pada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang jumlahnya sangat besar.

“Itu dapat memperlemah daya beli masyarakat,” ucap Hermanto.

Terpisah, Ketua DPD Jawa Barat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Endang Sastraatmadja dapat memahami alasan Pemerintah untuk terus membuka lahan sawah baru ter­utama di luar Pulau Jawa melalui program cetak sawah. Namun, program cetak sawah ini berada di lahan-lahan  yang memiliki air yang cukup.

Baca juga : Warga Jengkel Pungli Parkir Di Minimarket

“Ini penting, karena sawah pasti akan membutuhkan air. Tanpa air, tidak akan ada sawah,” katanya.

Dia mengusulkan agar kebijakan pencetakan sawah ini selayaknya dijadikan sebagai gerakan nasional dan gerakan daerah. Sebagai gerakan, harus jelas siapa yang akan membawa 'pedang samurainya'. Sementara di tingkat Pusat, siapa yang akan diberi kehormatan untuk memikul tanggung jawab ini. Begitu pula dengan di daerah. “Pusat dan Daerah perlu bersinergi, sehingga tidak terlihat berjalan sendiri-sendiri,” katanya.

Endang mengatakan, ­dengan semakin membabi-butanya alih fungsi lahan sawah ke non-sawah, pencetakan sawah dianggap se­bagai solusi yang penting digarap secara ­serius. Persoalannya, tentu bukan se­kadar mencetak sawah guna menggugurkan kewajiban, tapi pencetakan sawah harus mampu menjawab tan­tangan yang dihadapi.

“Program cetak sawah harus dilakukan untuk memenuhi ke­butuhan pangan nasional,” wantinya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.