Dark/Light Mode

Pangkas Biaya Logistik

DPR Usul Adanya Peraturan Omnibuslaw Transportasi

Senin, 3 Juni 2024 07:15 WIB
Anggota Komisi V DPR Eddy Santana Putra. (Foto: IG/eddysantana.putra)
Anggota Komisi V DPR Eddy Santana Putra. (Foto: IG/eddysantana.putra)

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan mendorong persoalan transportasi dan logistik ini perlu dituntaskan melalui Undang-Undang Omnibuslaw. Regulasi ini diharapkan bisa menghadirkan sistem transportasi berbiaya murah dan efisien.

Anggota Komisi V DPR Eddy Santana Putra mengatakan, masalah transportasi yang perlu dituntaskan adalah truk ODOL (Over Load Over Dimension) yang masih berseliweran di jalan. Truk dimensi besar penuh muatan ini mestinya diperke­cil guna mengurangi beban jalan darat. “Saya setuju kalau kita perkecil semuanya. Jadi dari kontainer yang 20 feet diganti dengan kapal Roro (roll-on/roll-off),” kata dia, kemarin.

Kapal Roro memiliki pintu keluar masuk yang bisa dinaik-turunkan untuk jalur kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Menurutnya, pelabuhan kapal Roro ini mesti terkoneksi dengan jalur angkutan darat. Ini diperlukan mengingat pelabu­han-pelabuhan ini agak jauh dari kota besarnya.

“Hampir seluruh provinsi itu kan memang ada lautnya. Inilah yang harus kita rumuskan, harus pikirkan untuk membuat trans­portasi yang efisien. Baik itu Roro, kemudian juga, kalau buat kanal baru (untuk transportasi sungai),” sambungnya.

Dia berharap, seluruh pelabu­han ini bisa terkoneksi dengan jalan tol yang sekarang belum selesai. Sebab untuk Jawa ini dari Sumatera melalui Pelabu­han Merak, jalan tolnya sudah terkoneksi sampai ke Sura­baya. Namun dari Jawa menuju Sumatera, jalan tolnya baru sampai Palembang dan Prabu­mulih.

Baca juga : Pungutan Tapera Baiknya Optional, Jangan Dipaksa

“Nah ini ke Jambi agak terseok-seok. Sumatera Utara, Aceh, mulai dibangun. Saya bermimpi jalan tol itu harus se­lesai semuanya. Kemudian, jalan besar itu dicabangkan ke arah pelabuhan. Jangan membuat pelabuhan besar, tapi pelabuhan Roro. Ini yang harus dilakukan ke depan,” ucap politisi Fraksi Gerindra ini.

Dia mengatakan, selain jalan tol yang belum tuntas, jalur transportasi inline waterway (sungai) ini juga terdapat ma­salah yang pelik, yakni dalam hal lingkungan. Sebab, hampir semua sungai yang ada di Indo­nesia sedang mengalami masalah sedimentasi yang tinggi.

Dia lalu mencontohkan Sungai Musi, Sumatera Selatan, yang sedimentasinya tinggi. Jika masalah sedimentasi ini dibiarkan, akan terjadi pen­dangkalan, dan paling parah, menjadi daratan. Sebenarnya, Sungai Musi ini dulunya dilaku­kaan pengerukan setiap tahun sebanyak dua kali untuk alur pelayaran. Namun sayangnya, pengerukan ini sudah tidak ada lagi.

“Bayangkan sekarang sudah 10 tahun sudah tidak ada lagi. Kalau (kedalaman) 4 meter, ya sudah nggak bisa lagi Roro itu. Kemungkinan besar sungai-sungai di Indonesia juga seperti itu karena lingkungan yang ru­sak, hutan-hutan yang hilang, sedimentasi erosi yang tinggi. Padahal itu adalah angkutan efektif,” ujarnya.

Dia yakin, jika seluruh sistem transportasi ini terkoneksi dengan baik, maka ke depan tidak akan ada lagi masalah truk ODOL, yang sampai sekarang tak kunjung tuntas. Padahal, sudah banyak kebijakan untuk mencegah truk ODOL ini, mulai dari pengadaan jembatan tim­bang hingga kebijakan tilang.

Baca juga : Bapanas Pelototin Harga Pangan

“Kita buat jembatan tim­bang yang demikian hebatnya. Tapi tidak ada barang yang diturunkan. Berapa pun berat­nya, berapa pun dimensinya. Sekarang diterapkan juga tilang yang dendanya hanya Rp 500 ribu, ya dibayar saja denda itu,” sesalnya.

Untuk itu, dia berharap ada regulasi yang efektif untuk menuntaskan masalah trans­portasi dan logistik ini agar lebih murah dan efisien. “Jadi, ke depan kita menginginkan ada peraturan Omnibuslaw Trans­portasi,” pungkasnya.

Sementara itu, bekas Direktur Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Richard Joost Lino menilai, diperlukan regulasi dan kebi­jakan konsisten menghadirkan transportasi dan logistik yang murah dan efisien. Para user atau pelaku usaha mengetahui, walaupun terjadi perubahan kebijakan, perubahan itu adalah ke arah yang lebih baik, lebih simple, dan lebih harmonis. “Bukan regulasi yang hari ini begini, besok berubah lagi. Se­hingga tidak ada kepastian untuk investasi,” katanya.

Makanya, dia memandang perlu Pemerintah bersama-sama DPR membuat Omnibu­slaw untuk Logistic Regulation. “Kalau mau beresin (masalah transportasi dan logistik), ini (Omnibuslaw) caranya. DPR dari atas, kemudian pemerintah regulasinya. Totally be reformedv. Tanpa itu, jangan harap kita bisa berubah,” ujarnya.

Lino mengatakan, Indonesia bisa belajar ke Filipina terkait kebijakan Omnibuslaw untuk sektor transportasi dan logistik. Sebab, Filipina termasuk negara yang sukses memangkas biaya logistik. Apalagi baik Indonesia maupun Filipina, sama-sama merupakan negara kepulauan.

Baca juga : Jurus Pengolahan Sampah Banyumas Layak Ditiru DKI

Dijelaskan Lino, pada tahun 2000 lalu, logistik cost Fili­pina dan Indonesia sama-sama berada di 27 persen. Namun pada tahun 2023, Filipina suk­ses memangkas logistic cost ini hingga mencapai 13 persen, sementara Indonesia masih tetap 23 persen.

“Nah, itu kenapa Filipina tu­run? Itu karena tahun 2023 itu, Presiden Filipina saat itu menge­luarkan Strong Regulation Nau­tical Highway, yang basically merupakan Road Shipping di Filipina,” ujarnya.

Artikel ini tayang di Rakyat Merdeka Cetak edisi Minggu, 2 Juni 2024 dengan judul Pangkas Biaya Logistik, DPR Usul Adanya Peraturan Omnibuslaw Transportasi

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.