Dark/Light Mode

Antisipasi Dampak Corona, Gobel Minta Pemerintah Ajukan Revisi APBN

Senin, 23 Maret 2020 19:12 WIB
Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel. (Foto: net)
Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel. (Foto: net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Perdagangan, Rachmat Gobel mendorong, pemerintah segera mengajukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Hal itu untuk memperkuat efektivitas dan fleksibilitas penggunaan APBN oleh pemerintah dalam menghadapi penanganan corona dan dampak ekonominya.

Gobel yang juga anggota Komisi XI DPR ini memprediksi, sejumlah target atau asumsi penyusunan APBN 2020 tidak tercapai. Apalagi pemerintah memerlukan biaya yang besar untuk penanganan wabah corona.

“Oleh karena itu, perubahan atau revisi terhadap APBN 2020 harus dilakukan, dan ini harus dilakukan sesegera mungkin. DPR tentu akan memberikan dukungan penuh kepada pemerintah,” kata Gobel.

Untuk diketahui, APBN 2020 yang disahkan pada September 2019 antara lain menargetkan pendapatan negara mencapai Rp 2.233,2 triliun dan belanja negara mencapai Rp 2.528,8 triliun. Dengan demikian defisit direncanakan sebesar Rp 307,2 triliun. 

Baca juga : Cegah Penularan Corona, Ruang Pemeriksaan KPK Disekat

Anggaran ini disusun berdasarkan asumsi antara lain pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,1 persen, dan nilai tukar rupiah 14.000 per dolar AS.

“Melihat perkembangan situasi saat ini dan perkiraan ke depan, rasanya sulit asumsi atau target APBN 2020 bisa tercapai. Untuk itu harus segera dilakukan revisi,” ujar Gobel.

Menurut Gobel, revisi APBN 2020 tentu tidak hanya soal penerimaan dan belanja negara, yang lebih penting itu adalah revisi terhadap alokasi anggaran ke setiap sektor ataupun kementerian dan lembaga. “Prioritas anggaran saat ini dan ke depan akan sangat berbeda dengan sebelumnya. Prioritas APBN 2020 ke depan untuk membiayai penanganan penyebaran corona pada masyarakat dan dampaknya ekonominya, terutama terhadap masyrakat lapisan bawah agar kehidupan mereka tidak kian terjepit,” katanya.

Langkah penanganan corona dipastikan akan menekan pertumbuhan ekonomi sehingga akan berdampak pada lapangan kerja dan penghasilan masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, skenario terburuk bisa terjadi jika wabah corona berlangsung dalam waktu lama, 3-6 bulan, perdagangan internasional bisa turun di bawah 30 persen, maka skenario pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa anjlok ke angka 2,5 persen, bahkan bisa 0 persen.

Baca juga : Senator Jatim Minta Petugas Bandara Dilengkapi APD Mumpuni

Menurut Gobel, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menghadapi skenario terburuk itu agar tidak memicu dampak yang tidak diinginkan terhadap kehidupan bangsa ini. “Saatnya kita bekerja cepat dan bersinergi menghadapi situasi sulit ini. Tidak ada lagi waktu untuk berdebat, untuk itu pemerintah dituntut memberi arah dan tindakan yang tegas,” katanya. 

Untuk meningkatkan efektivitas penanganan corona, Presiden Jokowi telah membentuk Gugus Tugas Penanganan Corona yang dipimpin oleh Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo. Berdasarkan data terakhir, masyarakat yang positif terserang virus ini terdeteksi sudah menyebar ke 20 provinsi.

Untuk mempercepat penanganan penyebaran corona, pemerintah juga akan mendatangkan 1 juta alat rapid test yang akan dibagikan ke berbagai daerah. Alat ini diharapkan mampu mempercepat pendeteksian masyarakat yang sudah tertular corona.

Sementara itu, dari pasar keuangan dilaporkan perkembangan penyebaran corona telah membuat panik sejumlah pelaku pasar sehingga nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) terus mengalami tekanan. Pada penutupan perdagangan pasar spot Senin 923/3), nilai tukar rupiah sudah berada di posisi 16.550 per dollar AS atau melemah 4,09 persen dibandingkan penutupan pasar pada akhir pekan lalu di posisi  15.913 per dolar AS. 

Baca juga : Cegah Penyebaran Corona, PSSI Ikuti Instruksi Pemerintah

Dari bursa efek dilaporkan, setelah sempat menguat pada sesi pembukaan, akhir IHSG kembali melemah dan ditutup di level 3.989 atau anjlok 4,9 persen dibandingkan penutupan bursa pada akhir pekan lalu di level 4.194 . Ini berarti, dalam satu pekan terakhir IHSG telah mengalami penurunan sekitar 14,2 persen dan berada di posisi terendah dalam 7 tahun terakhir atau sejak 2013. 

Dampak perlambatan ekonomi akibat virus Corona juga telah menyebabkan menurunnya realisasi penerimaan pajak. Menurut data Kementerian Keuangan, hingga akhir Februari lalu, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 152,9 triliun atau lebih rendah 5 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019. Penurunan terutama dialami pada penerimaan PPh MIgas yang baru mencapai Rp 6,6 triliun atau turun 36,8 persen dibandingkan tahun lalu. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.