Dark/Light Mode

Penggunaan Dana Rp 5,6 T Kartu Prakerja Jadi Kontroversi

Masyarakat Butuh Makan, Bukan Pelatihan Online Ya..

Senin, 20 April 2020 08:53 WIB
Ilustrasi Kartu Pra-Kerja. (Foto: Kementerian Ketenagakerjaan)
Ilustrasi Kartu Pra-Kerja. (Foto: Kementerian Ketenagakerjaan)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota parlemen ramai-ramai mengkritik alokasi dana pembelajaran online Rp 5,6 triliun yang dialirkan melalui Kartu Prakerja. Mereka mengendus aroma nepotisme dibalik proyek itu. Daripada jadi ‘bancakan’, anggota dewan mengusulkan agar dananya dialihkan sebagai bantuan tunai bagi korban PHK dan dibelikan alat kesehatan bagi tenaga medis yang kini berjuang melawan wabah corona.

Wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyayangkan fungsi kartu Pra-Kerja yang diharapkan bisa memberikan manfaat bagi para pencari kerja dan buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) malah menjadi bancakan proyek bagi delapan perusahaan platform digital yang ditunjuk untuk menyelenggarakan program pembelajaran online dari kartu Pra-Kerja. Nilai proyeknya fantastis mencapai Rp 5,6 triliun.

Politikus yang akrab disapa HNW ini tak yakin masyarakat penerima kartu Pra-Kerja akan mendapat manfaat dari sistem fasilitas pembelajaran online tersebut. Menurut HNW, di tengah wabah virus corona (Covid-19) dan krisis ekonomi saat ini yang dibutuhkan masyarakat itu makan, bukan pelatihan online.

Justru saat ini, menurut HNW, persepsi yang muncul dari program pembelajaran online ini adalah unsur KKN-nya alias dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Terlebih salah satu pelaksana program pembelajaran online itu adalah platform digital ‘Ruangguru’ yang ternyata milik Staf khusus Presiden, adamas Syah Belva Devara. “Daripada proyek triliunan rupiah itu jadi tuduhan KKN karena diberikan ke “Ruangguru” yang terhubung dengan oknum stafsus, lebih baik anggaran itu untuk program kesejahteraan rakyat, diberikan kepada jutaan buruh korban PHK akibat Covid 19, dan dibelikan juga APD (alat pengaman diri) bagi tenaga kesehatan,” kata HNW, kemarin.

Baca juga : Penguasaan Teknologi Antariksa Jadi Syarat Majukan Indonesia

Sekadar informasi, selain Ruangguru masih ada tujuh perusahaan platform digital lainnya yang menjadi pelaksana pembelajaran online. ketujuh platform digital itu adalah; Bukalapak (CEO Rachmad Kaimuddin), Sisnaker, Mau Belajar Apa (Jourdan Kamal), Pintaria (Haruka Edu), Sekolahmu (Najeela Shihab), Tokopedia (Alibaba) dan Pijar Mahir (PT Telkom).

Kedelapan perusahaan platform digital itu mematok tarif Rp 1 juta per orang bagi pemilik kartu Pra-Kerja yang diwajibkan mendaftar untuk mengikuti program pembelajaran online. Dari alokasi anggaran itu diperkirakan kedelapan perusahaan platform digital itu menerima value sebesar Rp 5,6 triliun.

Kembali pada pernyataan HNW. Politikus PKS ini mengatakan alokasi anggaran ini memicu kontroversi di masyarakat. Para staf khusus presiden seolah-olah memanfaatkan posisinya di lingkaran istana untuk mencari keuntungan di tengah pandemi Covid-19.

Terlebih, lanjut HNW, kontroversi yang dimunculkan oleh Staf khusus Millenial Presiden, andi Taufan Garuda Putra, belum surut ditengah masyarakat. Sebelumnya, Andi Taufan Garuda Putra melayangkan surat dengan kop surat Sekretariat Negara yang isinya meminta para perangkat desa mendukung pelaksanaan program kerja sama dengan perusahaan miliknya, PT Amartha Nikro Fintek.

Baca juga : Platform Mapel Jadi Alternatif Masyarakat Berbelanja Online

Perusahaan milik Andi itu akan menerjunkan petugas ke lapangan dalam menjalankan program kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal di area Jawa, Sulawesi, dan Sumatera. “Sekalipun telah minta maaf dan menarik suratnya tapi tindakan itu sudah kadung memicu kontroversi. Dia pun menarik suratnya juga lantaran ramai dikritik publik,” tandas HNW.

Sementara, Wakil ketua komisi VII DPR Eddy Soeparno menilai, di tengah pandemi Covid-19 saat ini program Kartu Pra-Kerja tidak efektif. Setelah mengikuti pelatihan kerja pun, kata Eddy, belum tentu saat ini tersedia pekerjaan. “Pemerintah bisa meninjau ulang program ini. Krisis ini sudah di depan mata,” kata Eddy.

Anggota komisi IX DPR Anas Thahir juga menilai pelatihan berbasis daring dalam program Kartu Pra-Kerja akan sia-sia, sementara negara telah menghabiskan anggaran triliunan rupiah. Dia meminta anggaran program pelatihan berbasis daring dialihkan ke bantuan tunai karena saat ini banyak buruh jadi korban PHK karena lesunya industri. “Mereka butuh bantuan tunai untuk bertahan hidup,” terangnya.

Politisi PPP ini mengatakan, di tengah maraknya PHK semestinya pemerintah fokus menjaga konsumsi masyarakat, bukan sebaliknya memaksakan proyek yang hanya menguntungkan platform digital.

Baca juga : Kesehatan Rakyat Tetap Nomor Satu, Jokowi Minta Masyarakat Tidak Panik dan Tetap Produktif

Anggota Komisi I Sukamta juga mengusulkan agar anggaran pelatihan berbasis daring yang diperkirakan mencapai Rp 5,6 triliun dialihkan untuk memenuhi kebutuhan pokok para buruh yang di PHK, serta pekerja sektor informal yang kehilangan mata pencaharian. “Mereka saat ini butuhnya makan, bukan pelatihan,” kata Sukamta.

Sukamta mempertanyakan efektivitas program ini sebab bentuk aplikasi pembelajarannya tak jelas. Selain itu, program ini juga dikhawatirkan tidak sesuai kebutuhan saat ini dan tidak tepat sasaran.

Tak hanya itu, menurutnya, biaya pelatihan yang diterapkan oleh para perusahaan digital ini terbilang masih sangat mahal. “Mestinya dengan metode online nilainya lebih murah. Bisa dibayangkan berapa banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan platform digital yang jadi mitra pemerintah dengan pelatihan senilai Rp 5,6 triliun ini. Apakah ini elok dilakukan dalam keadaan pandemi ini” tandasnya. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.