Dark/Light Mode

Direktur Utama Bank Mandiri, Kartiko Wirjoatmodjo

Lebih Proaktif Ke Masyarakat, Pakai Bahasa Emak-emak

Selasa, 11 Desember 2018 07:34 WIB
Direktur Utama Bank Mandiri Kartiko Wirjoatmodjo (tengah) didampingi Direktur Bisnis & Jaringan Hery Gunadi (kiri) dan Direktur Corporate Banking Royke Tumilaar (kanan). (Foto: Wahyu Dwi Nugroho/RM)
Direktur Utama Bank Mandiri Kartiko Wirjoatmodjo (tengah) didampingi Direktur Bisnis & Jaringan Hery Gunadi (kiri) dan Direktur Corporate Banking Royke Tumilaar (kanan). (Foto: Wahyu Dwi Nugroho/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Berkembangnya media sosial dan landscape media, punya andil besar dalam menggaungkan sebuah berita. Hal ini jugalah yang kerap membuat masalah politik dan ekonomi menjadi makin tercampur aduk. Apalagi, di tahun politik seperti sekarang ini. Demokrasi diaduk dengan informasi hoaks ekonomi. Fenomena ini ditanggapi serius oleh Direktur Utama PT Bank Mandiri (Perseo) Tbk, Kartika Wirjoatmodjo.

Bankir yang akrab disapa Tiko ini merasa harus lebih memahami sudut pandang masyarakat, agar kebijakan ekonomi yang ada dapat tersampaikan dengan baik. “Masalah ekonomi jadi persoalan politik. Sudut pandang media dan media sosial semakin tak terduga. Kondisi ini menuntut kami lebih peka dengan sudut pandang masyarakat. Kita harus lebih proaktif ke masyarakat.Harus pakai bahasa yang mudah dimengerti. Jangan sampai, masyarakat salah menerima informasi,” papar Tiko, dalam kunjungannya ke redaksi Rakyat Merdeka, Senin (10/12).

Baca juga : Dia Tidak Hanya Pintar, Tapi Juga Sangat Teruji

Dia mencontohkan, sejumlah isu ekonomi yang telah dipolitisasi, antara lain pembiayaan China Development Bank untuk kereta cepat, dan kereta api ringan (light rail transit/LRT). Untuk itu, perlu terus diluruskan agar masyarakat memahami duduk persoalannya.

"Kejadian demo menolak kenaikan pajak BBM di Prancis baru-baru ini, itu akibat Presiden Prancis Emmanuel Macron gagal menerjemahkan kebijakan. Ini menjadi bukti bahwa negara maju yang demokrasinya sudah ratusan tahun pun, sangat rentan dengan kekacauan politik yang ditimbulkan oleh persepsi yang salah atas kebijakan ekonomi,” jelas Tiko.

Baca juga : Rini Resmikan 3 Proyek

Isu lain yang juga terus-menerus digoreng adalah soal utang, pelemahan rupiah, dan pembangunan infrastruktur. Padahal, kondisi Indonesia sekarang baik. Pelemahan mata uang, tak bisa disamakan dengan zaman krisis 1998. Kondisi saat ini, perbankan siap dari sisi kapabilitas. Begitu juga neraca valuta asing (valas) ataupun balance of payment-nya. Lebih sehat. Kebijakan ekonomi politik Indonesia juga stabil dan pro pasar. Sehingga, tak mungkin terjadi krisis seperti di Turki dan Argentina.

"Perkembangan zaman menuntut kita lebih proaktif ke publik. Terutama, di tahun politik. Pemerintah atau BUMN harus bisa menyampaikan kebijakan ekonomi dengan bahasa yang lebih mudah dipahami. Elaborasinya harus lebih bagus. Harus bisa dimengerti emak-emak. Gimana menjelaskan inflasi, kurs, dolar, utang. Jangan sampai ini dimanfaatkan sebagai hoaks politik,” katanya. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.