Dark/Light Mode

Agar RUU Haji Tak Mentok

Komisi VIII Ngalah Sama Kemenag

Kamis, 28 Februari 2019 04:42 WIB
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tb Ace Hasan Syadzily (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tb Ace Hasan Syadzily (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tb Ace Hasan Syadzily optimistis, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) bisa diketok sebelum masa periode kerja anggota DPR 2014-2019 berakhir. Sebab, secara substansi, perdebatan dalam RUU PIHU telah selesai.

Perdebatan RUU ini memang alot. Sudah dibahas sejak 2016, RUU ini tak kunjung rampung. Waktu pembahasannya terus diperpanjang. Dalam masa sidang lalu, waktu pembahasan RUU ini habis. Makanya, pada Sidang Paripurna DPR 13 Februari kemarin, DPR kembali memperpanjangnya.

Salah satu perdebatan dalam RUU ini adalah pemisahan regulator dan operator. Kementerian Agama (Kemenag) diarahkan hanya menjadi regulator. Sedangkan operatornya akan dipegang badan lain.

Baca juga : Menkeu Klaim Ekonomi Kita Malah Makin Kuat

Menurut Ace, perdebatan masalah itu kini sudah rampung. “Secara substansi, sudah ada titik temu antara pemerintah dan berbagai pihak dengan Komisi VIII terkait RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah ini,” kata politisi muda Partai Golkar tersebut, kemarin.

Dalam rapat-rapat sebelumnya, DPR keukeuh ingin memisahkan regulator dan operator. Namun, Kemendag juga keukeuh tidak setuju. Akhirnya, DPR melunak. DPR ngalah agar pembahasan tidak selalu mentok. Pemisahan pun tidak jadi dilakukan. Nantinya, Kemenag akan tetap menjadi regulator sekaligus operator penyelenggaraan haji.

Beda RUU ini dengan Undang-Undang Haji sebelumnya adalah terkait masalah umrah. Dalam RUU ini, pelaksanaan umrah akan diatur. “Di Undang-Undang sebelumnya, umrah sama sekali tidak diatur. Nah, dalam RUU PIHU, diatur untuk menjawab keresahan masyarakat ada berbagai peristiwa travel umroh bodong,” katanya.

Baca juga : Senin, Komisi X Bakal Sidang BKD

Untuk penyelenggarannya, kata Ace, umrah tetap diserahkan ke pihak swasta. Pemerintah tidak akan ikut-ikutan. Dalam RUU PIHU, Pemerintah hanya tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap para travel penyelenggara umrah.

Hal lain yang diatur dalam RUU ini ada Visa Furoda alias visa undangan dari pihak Kerajaan Arab Saudi. Masyarakat yang menggunakan visa ini tidak termasuk dalam hitungan jumlah jemaah haji Indonesia. Selama ini, visa tersebut banyak diperjualbelikan. Sayangnya, saat berada di Tanah Suci, jemaah pengguna visa tersebut sering bermasalah. Nantinya, Visa Furoda akan diatur secara rinci dalam pasal tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.

“Sekali pun ini di luar kuota resmi yang diberikan ke Pemerintah Indonesia, namun proses pengawasannya tetap harus ada dalam koordinasi Kemenag. Nantinya itu diserahkan kepada panitia penyelenggara ibadah haji khusus,” katanya.

Baca juga : RUU Pesantren Takkan Intervensi Internal Agama

Dengan kondisi ini, dia yakin pembahasan RUU PIHU tidak akan mentok lagi. “Memang masih banyak yang diatur dalam RUU itu. Tapi, kita harapkan pada masa sidang DPR berikutnya bisa selesai. Atau sebelum anggota DPR periode sekarang selesai. Apalagi sekarang ini kan tinggal sinkronisasi,” tambah dia. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.