Dark/Light Mode

Golkar Anggap Kita Sudah Swasembada 

Impor Jagung Tak Usah Dibesar-besarkan Lagi

Senin, 4 Maret 2019 00:03 WIB
Wakil Ketua Komisi IV DPR Roem Kono (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua Komisi IV DPR Roem Kono (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Akhir tahun kemarin dan awal tahun ini, Indonesia sempat melakukan impor jagung. Wakil Ketua Komisi IV DPR Roem Kono berharap, isu impor tersebut tidak dibesar-besarkan lagi. Sebab, impor tersebut kecil sekali jika dibandingkan dengan produksi jagung lokal yang sudah mencapai 29 juta ton.

“Memang, tahun kemarin sempat terjadi polemik impor jagung. Tapi, jika dibandingkan dengan catatan produksi yang dihasilkan para petani lokal, sebenarnya kita sudah dapat dikategorikan telah swasembada,” kata politisi senior Partai Golkar ini, kemarin.

Dia pun memberi apresiasi tinggi ke Kementerian Pertanian (Kementan) yang sukses meningkatan produktivitas pangan nasional, termasuk jagung. Membaiknya produktivitas pertanian ini tidak lepas dari strategi Kementan membangun sinergitas yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Alhasil, kemampuan para petani menggenjot lahan miliknya semakin meningkat.

Saat ini, kata Roem Kono, produksi di sentra-sentra jagung terus membaik. Contohnya di Gorontalo dan Jawa Timur. Produksinya melimpah. Tahun ini, produksi nasional diperkirakan akan surplus sampai 6 juta ton. 

Baca juga : Impor Daging & Sapi Semoga Bisa Ditekan

Atas hal itu, dia meminta masyarakat, khususnya para peternak, tidak perlu waswas mengenai pasokan jagung. Dia memastikan, pasokan jagung tahun ini aman. Tidak akan terjadi kekurangan. 

Kalaupun ada ketersumbatan, sambungnya, hal itu tidak terkait produksi. Hal tersebut bisa disebabkan faktor distribusi yang tak merata. "Kalau ini nanti terjadi, sebaiknya dicari jalan keluar, terutama sesama Pemerintah Pusat,” tandasnya.

Menanggapi apresiasi tadi, Dirjen Hortikultura Kementan Suwandi merendah. Dia menyebut, terus membaiknya produktivitas pertanian bukan hasil kerja Kementan sendirian. Membaiknya produktivitas itu tidak lepas dari kontribusi besar para petani yang sudah sangat teruji dan tangguh. Mereka sudah terbiasa menghadapi tingginya risiko faktor iklim dan masalah tata niaga serta harga yang sering tak bersahabat. Mereka terus berproduksi.

"Petani-petani kita ini pejuang pangan yang tabah, ikhlas, dan selalu bersyukur. Bertani adalah jalan hidupnya," kata Suwandi saat rapat dengan perwakilan para petani cabe dan apel dari Kabupaten Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Pasuruan, di Kantor Pemkab Malang, Jawa Timur, kemarin.

Baca juga : Alamak, Mantan Bupati Lampung Tengah Jadi Tersangka Lagi

Rapat ini digelar untuk mencari solusi terbaik bagi para petani dan pembangunan hortikultura di Jawa Timur. Rapat tersebut juga sebagai bentuk nyata kehadiran Pemerintah di tengah-tengah petani. 

Suwandi menegaskan, faktor pembentuk harga ada banyak. Selain pasokan atau produksi, ada juga aspek distribusi, logistik, tata niaga, struktur, perilaku pasar, serta industri hilir olahan. Kondisi ini bisa membuat harga di tingkat petani rendah sedangkan di tingkat konsumen sangat tinggi. Karena itu, saat terjadi gejolak harga, harus ditelusuri penyebab utamanya. 

Suwandi lalu mencontohkan kasus surplus produksi sayuran di Jawa. Sebelumnya, sayur-sayur ini bisa dikirim ke luar Jawa dengan pesawat. Sekarang tidak bisa lagi. Sebab, biaya kargo pesawat sangat mahal. Alhasil, pasokan sayuran di Jawa menumpuk. Harganya juga menjadi anjlok. 

Dia juga menyoroti aspek industri olahan dan tata niaga. Dia ingin, kedua aspek ini diperkuat. Sebab, keduanya juga berkontribusi dalam pembentuk harga. "Agar kita bersama juga memperbaiki aspek hulu dan onfarm guna mensiasati harga. Setidaknya, turut mampu mendorong maupun mempertahankan harga," tuturnya.

Baca juga : Prabowo, Sudahlah Nggak Usah Tebar Ketakutan Lagi

Suwandi kemudian beralih bicara mengenai ongkos produksi. Dia ingin, petani dapat lebih efisien dalam produksi. Dengan begitu, mereka akan mendapat untung lebih banyak saat panen. Kata dia, ada beberapa langkah untuk menekan ongkos produksi. Pertama, menggunakan benih unggul. Dengan begitu, produktivitas dan hasil panen meningkat. Kedua, menggunakan pupuk organik. Hal ini bisa menghemat biaya sekaligus mengembalikan kesuburan lahan. Ketiga, lakukan pengolahan. Untuk produk dengan grade tinggi dimasukkan supermarket dan ekspor. Sedangkan untuk yang grade rendah, diolah menjadi kompos maupun pakan ternak. Keempat, membentuk koperasi atau yang sejenisnya. Dengan kebersamaan dalam koperasi, para petani akan menjadi kuat. Buktinya, sudah banyak petani yang  berkelompok berhasil naik kelas.

 "Manfaatnya multi. Mulai dari bisa melayani input sehingga benih unggul, pupuk, pestisida seragam diterima petani, sampai masalah transfer teknologi sehingga produknya bermutu sama," sebutnya. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.