Dark/Light Mode

Komisi VI Khawatir Terjadi Predatory Pricing

KPPU, Tolong Pelototin Merger Gojek-Tokopedia

Kamis, 2 September 2021 07:15 WIB
Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto. (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan mempertanyakan hasil kajian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap aksi merger dua perusahaan platform digital, Gojek dan Tokopedia. Dikhawatirkan, aksi merger mengandung praktik usaha tidak sehat, seperti predatory pricing.

Predatory pricing adalah menjual produk dengan harga yang sangat rendah. Tujuan utamanya, menyingkirkan pesaing masuk ke dalam pasar yang sama.

“Terkait perkembangan merger Gojek-Tokopedia, sudah ada pelaporan seperti apa? Kajiannya seperti apa?” tanya anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto dalam rapat kerja Komisi VIbersama KPPU, BP Batam dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin.

Darmadi menduga, tujuan merger ini semata-mata hanya ingin memperkuat posisi dominan masing-masing sebagai perusahaan platform digital. Sehingga, berpotensi menyebabkan monopoli dan persaingan yang tidak sehat.

Baca juga : Komisi VI Dukung Mendag Tertibkan Produk Impor

“Tolong, nanti coba diperhatikan. Takutnya, tujuannya itu nanti (membuat) market share di masing-masing lini bisnisnya naik,” jelas politisi PDIP ini.

Darmadi juga mempertanyakan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perdagangan E-Commerce. Aturan ini memuat tentang predatory pricing. Sementara, sudah ada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang juga mengatur predatory pricing.

Dikatakannya, UU Nomor 5 itu ranah KPPU yang lebih tinggi dari Permen. “Karena di sana Permen (Peraturan Menteri), Bapak (KPPU) Undang-Undang. Apakah yang dibuat di Permen itu bisa kuat hadapi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?” tanya politisi banteng daerah pemilihan DKI Jakarta ini.

Darmadi mengingatkan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebenarnya tidak mengatur jelas dan spesifik tentang predatory pricing. Karena itu, DPR dalam waktu dekat ini akan melakukan revisi atas undang-undang ini.

Baca juga : DPR Dorong BPOM Lebih Progresif Terkait Obat Covid-19

Kemendag, lanjutnya, sudah diperingatkan tentang risiko pengaturan predatory pricing di dalam Permen E-commerce ini. Sebab, secara hukum, Permen masih jauh di bawah undang-undang.

Dia tidak ingin, Permen soal e-commerce ini senasib dengan Permen soal pembenahan pasar tradisional yang sampai saat ini terkendala karena tidak cukup kuat.

“Kami minta koordinasi, bagaimana caranya agar bisa kuat Permennya. Seperti pasar tradisional tidak kuat itu Permennya. Makanya saya inisiasi undang-undang perlindungan pasar rakyat di Baleg supaya kuat,” tambah dia.

Sementara, Ketua KPPU Kodrat Wibowo menjelaskan pihaknya sudah bertemu dengan Menteri Perdagangan terkait revisi Permendag Nomor 5 Tahun 2020 tentang E-commerce.

Baca juga : Bamsoet Dukung BPPT Kembangkan Fast Charging Station Kendaraan Listrik

Dia memastikan, pengaturan terkait predatory pricing ini jauh berbeda dengan yang diawasi KPPU.

Dia lalu mencontohkan kasus predatory pricing yang dilakukan oleh perusahaan semen asal China, PT Conch South Kalimantan Cement yang divonis bersalah oleh KPPU dan diperkuat oleh putusan MA.

“Jadi, beda dengan peraturan yang dibuat Kemendag karena ini barang impor yang didatangkan berdasarkan fasilitas perpajakan, dan lain-lain. Tapi peraturan ini akan kami laporkan terus,” kata Kodrat. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.