Dark/Light Mode

Amandemen Konstitusi Jangan Dipakai Kepentingan Politik Jangka Pendek

Senin, 6 September 2021 20:03 WIB
Wakil Ketua MPR Arsul Sani saat diskusi Empat Pilar di Media Center Parlemen, Lobi Gedung Nusantara I, Kompleks Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/9). (Foto: Ist)
Wakil Ketua MPR Arsul Sani saat diskusi Empat Pilar di Media Center Parlemen, Lobi Gedung Nusantara I, Kompleks Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/9). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengungkapkan UUD NRI Tahun 1945 harus diperlakukan sebagai The Living Constitution atau konstitusi yang hidup. Artinya, konstitusi bisa dilakukan perubahan jika sesuai dengan keperluan dan keinginan rakyat.

Contohnya, kini sedang hangat wacana tentang perlunya muncul Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen UUD. Menurunta, ini boleh-boleh saja jika rakyat menghendaki dan memang jika berdampak baik. 

"Yang tidak boleh adalah, proses amandemen itu dilakukan dan digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek. Apalagi kepentingan politik kelompok tertentu," kata Arsul.

Baca juga : Kampanye Pilpres Jangan Jadi Ajang Permusuhan

Hal tersebut disampaikan Arsul dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertema Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 Dalam Mencapai Cita-Cita Bangsa kerjasama Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Media Center Parlemen, Lobi Gedung Nusantara I, Kompleks Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/9).

Dalam acara yang mematuhi protokol kesehatan secara ketat ini, hadir sebagai pembicara Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago dan awak media massa baik cetak, elektronik dan online sebagai peserta.

Pimpinan MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menjelaskan, MPR sangat berhati-hati dalam menyikapi wacana tersebut sejak pertama kali digulirkan melalui rekomendasi yang diterima MPR periode 2019-2024 dari MPR periode 2014-2019. Yakni untuk melakukan pengkajian amandemen terbatas UUD terkait PPHN dengan payung hukum TAP MPR. 

Baca juga : Mantan Direktur WHO: Jangan Lupa, Genjot Vaksinasi Dosis Kedua Dan Lansia Yang Masih Minim

"Mengapa kami sangat hati-hati, sebab di MPR periode lalu ada dinamika soal PPHN ini yaitu, ada 7 Fraksi plus Kelompok DPD menyetujui PPHN dengan payung hukum TAP MPR dan ada 3 Fraksi menyetujui PPHN, namun dengan payung UU.  MPR periode sekarangpun dan di di tengah masyarakat ada perbedaan pendapat soal ini," katanya.

Untuk informasi kepada masyarakat agar bisa lebih memahami terkait amandemen, Arsul Sani mengatakan, amandemen hanya bisa terwujud melalui aturan dan prosedur yang ditetapkan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945, salah satunya pada ayat (1) berbunyi: Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

"Nah, di MPR, sampai saat ini usul tersebut belum ada. Saya sendiri berharap agar PPHN jika memang baik untuk rakyat Indonesia dan sebagai jalan memperlancar perjalanan bangsa ini menuju cita-cita Indonesia yang maju dan sejahtera, mesti mendapat dukungan. Arah ke sana sudah terlihat dengan banyak yang sepakat soal PPHN-nya," tuturnya.

Baca juga : Lestari: Perspektif Perempuan Harus Warnai Keputusan Politik Bangsa

"Tinggal bagaimana mencari jalan tengah untuk pembahasan payung hukumnya. Rakyat mesti bersabar. Sebab, saat ini negara dan kita semua sedang fokus mengatasi pandemi Covid-19," tandasnya. [TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.