Dark/Light Mode

Survei Litbang Sin Po: Gerindra Paling Berpeluang Dorong Capres Dari Kader Internal

Sabtu, 25 Juni 2022 10:00 WIB
Kepala Peneliti Litbang Sin Po Syahrial Mayus. (Foto: Ist)
Kepala Peneliti Litbang Sin Po Syahrial Mayus. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemilu legislatif 2024 memang masih menyisakan waktu 20 bulan lagi, namun para elit partai politik (parpol) saat ini sudah mulai pasang kuda-kuda.

Safari politik antarketua umum parpol dan elitnya telah marak dilakukan. Hasil safari politik para elit parpol itu telah menghasilkan beberapa koalisi dini yang nantinya sangat mungkin berubah.

Saat ini sudah ada koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digawangi Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ada Koalisi Semut Merah yang digagas oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ada juga koalisi 'Kebangkitan Indonesia Raya' yang digagas oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, saat berkunjung ke kediaman Prabowo Subianto yang merupakan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Pertanyaannya, bagaimana sejatinya peta parpol-parpol ini dalam rangka bisa mendapatkan tiket untuk mengusung capres? Bagaimana implikasinya terhadap elektoral parpol-parpol tersebut?

"Untuk menjawab pertanyaan peta parpol-parpol untuk bisa mendapatkan tiket mengusung capres, maka harus dilihat terlebih dahulu komposisi perolehan kursi parpol-parpol di DPR," kata Kepala Peneliti Litbang Sin Po Syahrial Mayus, saat merilis hasil risetnya, di Jakarta, Jumat (24/6).

Selanjutnya, kata dia, dipermutasikan atau dikombinasikan dengan mengacu aturan presidential threshold 20 persen. Saat ini, ada sembilan parpol berkursi di DPR RI dengan komposisi.

Kesembilannya yakni, PDIP dengan 22,3 persen kursi, diikuti Partai Golkar sebanyak 14,8 persen, Partai Gerindra sebanyak 13,6 persen, Partai NasDem sebanyak 10,3 persen, dan PKB sebanyak 10,1 persen. 

Baca juga : Harga Beras Di Indonesia Terendah Ke 14 Dari 79 Negara

Lalu, Partai Demokrat sebanyak 9,4 persen, PKS sebanyak 8,7 persen, PAN sebanyak 7,7 persen dan PPP sebanyak 3,3 persen.

Mengacu pada komposisi sembilan parpol yang berkursi di DPR RI itu, maka jika secara proporsional dipermutasikan atau dikombinasikan atau dalam bahasa politik biasa disebut sebagai koalisi untuk menghasilkan komposisi 20 persen kursi, maka jumlah koalisi yang bisa dibentuk maksimal hanya sebanyak empat koalisi.

Itu artinya, komposisi koalisi sembilan parpol berkursi di DPR RI saat ini hanya bisa menghasilkan maksimal empat calon presiden.

"Pertanyaannya, parpol mana yang paling berpeluang memiliki calon presiden internal, atau calon presiden dari kader parpolnya sendiri? Tentu jawaban paling awal adalah PDIP. Hal itu disebabkan PDIP tidak perlu lagi berkoalisi dengan parpol manapun untuk bisa mendapatkan tiket pencapresan. Perolehan kursi PDIP saat ini sudah di atas presidential threshold 20 persen, yakni 22,3 persen," kata dia.

Selanjutnya, kata dia, parpol yang paling berpeluang mencalonkan kadernya sendiri sebagai capres adalah Partai Gerindra dan Partai Golkar. 

Kedua partai ini hanya memerlukan satu teman koalisi dengan parpol-parpol berkursi di DPR RI untuk bisa mendapatkan tiket pencapresan, kecuali dengan PPP. 

Sementara untuk Partai NasDem dan PKB yang memiliki 10 persen kursi DPR RI, jika tidak berkoalisi di antara keduanya atau tidak dengan PDIP, Gerindra, dan Golkar, maka mereka membutuhkan minimal tiga koalisi parpol.

Pertanyaan selanjutnya, jika mengacu pada tokoh-tokoh elit parpol yang dijagokan menjadi calon presiden dari kader internal masing-masing parpol, parpol manakah yang paling berpeluang mengusung kader internalnya sendiri?

Baca juga : DPW Perindo DKI: Bukti Mesin Partai Bergerak

Saat ini, calon presiden yang sudah mulai menyeruak ke permukaan dari kader internal sembilan parpol berkursi di DPR, mayoritas adalah ketua umum parpol masing-masing.

Partai Gerindra akan mengusung Prabowo Subianto, Partai Golkar akan mengusung Airlangga Hartarto, PKB akan mengusung Muhaimin Iskandar, Partai Demokrat akan mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan PAN akan mengusung Zulkifli Hasan.

Sementara PDIP tidak mengusung ketum parpolnya, Megawati Soekarnoputri.  Sisanya, seperti Partai Nasdem, PKS, dan PPP belum menyodorkan nama internal kadernya sendiri untuk posisi capres.

Di antara nama tokoh-tokoh di atas, saat ini hanya nama Prabowo Subianto yang memiliki tingkat elektabilitas paling tinggi.

"Dengan posisi Partai Gerindra yang hanya membutuhkan satu teman koalisi untuk bisa mendapatkan tiket pencapresan, kecuali dengan PPP, ditambah dengan tingkat elektabilitas Prabowo Subianto yang saat ini masih di posisi teratas, maka bisa disimpulkan bahwa Partai Gerindra memiliki peluang paling besar untuk mencalonkan kader internalnya sendiri dalam posisi sebagai calon presiden," tutur Syahrial. 

"Karena dengan kemampuan dan pengalaman Prabowo Subianto dalam kancah politik nasional, rasanya tidak cukup rumit untuk mencari satu teman koalisi di antara 8 parpol berkursi di DPR," tambahnya.

Ia mengatakan, jika skenario ini berjalan, yakni Prabowo Subianto menjadi Capres Partai Gerindra, maka bisa dipastikan bahwa Partai berlambang burung garuda ini akan terlimpahi efek ekor jas (coat-tail effect) dari pencalonan ketua umumnya ini.

Artinya, dengan tingkat popularitas dan elektabilitas Prabowo Subianto yang saat ini berada di posisi paling atas, maka hal ini juga akan tumpah ke tingkat elektoral Partai Gerindra.

Baca juga : Survei Litbang Sin Po: Prabowo Tinggal Tunggu Kompetitor di Pilpres 2024

Selain efek ekor jas, kata dia, saat ini tingkat elektabilitas Partai Gerindra juga sangat baik. "Tingkat elektabilitas Partai Gerindra berada di posisi kedua setelah PDI Perjuangan," beber Syahrial.

Pilihan parpol masyarakat Indonesia seandainya pilihan anggota legislatif untuk DPR dilakukan hari ini, partai politik yang banyak dipilih adalah PDIP sebesar 21,8 persen, Partai Gerindra sebesar 12,3 persen, dan Partai Golkar 10,6 persen.

Lalu, Partai Demokrat sebesar 9,2 persen, PKB sebesar 8,2 persen, dan PKS sebesar 6,3 persen. "Sementara yang tidak tahu/tidak jawab/rahasia atau belum memutuskan sebesar 20,3 persen," kata dia memaparkan.

Survei ini sendiri dilakukan terhadap 1.200 responden dalam rentang waktu 20 Mei-3 Juni 2022. Metode sampling yang digunakan adalah multistage random sampling, dengan margin of error plus minus 2,83 persen dengan tingkat kepercayaan 95,0 persen.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka langsung dengan responden menggunakan kuesioner. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.