Dark/Light Mode

Deklarasi Capres 2024 Generasi Milenial

Prof Firman Noor: Pencalonan Giring Ganesha Seperti Fantasi

Kamis, 27 Agustus 2020 06:07 WIB
Baliho pencalonan Plt Ketum PSI Giring Ganesha untuk maju Pilpres 2024. (Foto: Dwi Pambudo/RM)
Baliho pencalonan Plt Ketum PSI Giring Ganesha untuk maju Pilpres 2024. (Foto: Dwi Pambudo/RM)

 Sebelumnya 
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Firman Noor mengatakan, langkah Giring maju capres itu terlalu jauh. Bahkan, dilihat dari sisi politik formal kendaraan Giring untuk maju dengan menggunakan PSI yang tidak lolos ke parlemen merupakan kendala. 

“Dukungan partai harus 20 persen dan 25 kursi. Mau didapat dengan cara seperti apa. Meski ada waktu empat tahun lagi, saya kira ini terlalu imsyak, bukan subuh lagi. Apalagi, pagi. Tetapi jika pencapresan ini serius, menurut saya ini keseriusan yang tidak berhitung panjang lebar,” tegas Firman saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin. 

Baca juga : Milenial Jadi Faktor Penting Pengembangan Energi baru

Jika PSI hendak berkoalisi, menurut Firman, pun akan menemukan negosiasi yang alot. Jika berhasil, kursi calon presiden belum bisa diperoleh oleh bapak empat anak itu. “Oke, misal disetujui dan dapat dukungan partai lain, saya rasa calon wapres aja belum bisa. Karena itu tadi, partai akan menilai. Saya tidak meragukan idealisme Giring. Namun, seidealisme apa pun pasti kepentok politik formal, tiket buat maju itu belum didapat oleh Giring apalagi partainya,” jelasnya lagi. 

“Pencalonan ini seperti fantasi. Apalagi bicara track record PSI yang sempat konflik dengan dua organisasi nasional, jadi berat. Popularitas belum, kapabilitas terbatas,” sambungnya. 

Baca juga : Kepala Perpusnas: Generasi Milenial Perlu Pahami Literasi Digital

Firman menyarankan, untuk menambah curriculum vitae di dunia perpolitikan, Giring melangkah dulu di pilkada, setidaknya untuk membuat portofolionya lebih mentereng. Menurutnya, dengan membawa diksi milenial, dirasa belum cukup meraup suara. Di dunia politik tidak ada keharusan satu generasi memilih generasi yang sama. Bahkan saat ini saja, tidak ada partai politik milenial. 

“Jadi kalau anggapan milenial pasti akan memilih generasi yang sama, dalam hal keseragaman pilihan politik saya pikir ini halusinasi. Di generasi milenial aja ada yang tidak sepaham, misal ada milenial agamis atau liberal. Apalagi bicara pilihan politik,” ungkap Firman. 

Baca juga : Penyegaran, Yusril Bakal Pilih Pengurus Partai yang Mau Kerja

Firman juga mengingatkan, karakteristik umum yang harus direspons oleh partai politik sejatinya bukan pilihan potiknya, melainkan orientasi pemilih.

“Misalnya, generasi milenial condong dengan orientasi Aku. Aku dapat apa ya, kalau milih, keuntungan untuk diri sendiri. Beda sama yang lahir zaman 45, semangat berkorban untuk bangsa dan negara. Generasi 60,70,80-an masih bisa didekati dengan semangat kebersamaan, tapi kalau milenial sulit dengan kata kolektivitas saja,” tandasnya. [MER]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.