Dark/Light Mode

Setelah Agum, Kini Wiranto

SBY Kembali Diusik

Jumat, 29 Maret 2019 06:53 WIB
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, setia menemani sang istri, Kristiani Herawati Yudhoyono alias Ibu Ani di National University Hospital Singapura. (Foto: Twitter SBY)€
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, setia menemani sang istri, Kristiani Herawati Yudhoyono alias Ibu Ani di National University Hospital Singapura. (Foto: Twitter SBY)€

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketenangan SBY yang sedang mendampingi Ibu Ani berobat di Singapura, kembali terganggu. Setelah diusik bekas Danjen Kopassus Jenderal (Purn) Agum Gumelar, kini SBY diusik bekas Panglima ABRI, Jenderal (Purn) Wiranto.

Agum mengusik SBY terkait pernyataannya, yang menyebutkan, SBY tidak punya prinsip karena mendukung Prabowo yang dulu dipecatnya.

Sementara Wiranto mengusik SBY, terkait perlu tidaknya kudeta jelang Soeharto lengser. Wiranto bercerita soal minggu-minggu terakhir pemerintahan Soeharto.

Baca juga : Mereka Bersaing, Kenapa Kalian Ikut Pusing..

Ini sebenarnya kisah lama. Kisah Wiranto saat menjabat Menhankam dan Panglima ABRI. Kisah di minggu-minggu terakhir menjelang Soeharto berhenti. Sebagian besar jalan ceritanya, sudah pernah diceritakan Wiranto. Baik dalam buku otobiografinya yang berjudul “Bersaksi di Tengah Badai”, maupun dalam berbagai talkshow dan mimbar-mimbar kuliah umum.

Ceritanya, tentang Wiranto yang punya peluang mengambil alih kekuasaan dari Soeharto. 18 Mei 1998, Soeharto menandatangani Surat Perintah Instruksi Presiden dengan Nomor 16/1998. Isinya, mengangkat Menhankam/Panglima ABRI Wiranto sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional. Surat tersebut mirip Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang kemudian dipake Soeharto untuk “naik tahta”.

Atas Inpres itu, Wiranto memiliki dua pilihan. Pertama, mengambil alih kekuasaan dengan cara mempertahankan pemerintah, mengumumkan darurat militer dan melakukan tindakan represif total. Kedua, mengawal proses pergantian kepemimpinan nasional, melalui pergantian dari presiden ke wapres. Wiranto memilih pilihan yang kedua.

Baca juga : Setelah Dana Desa, Ada Dana Kecamatan, Asyik

Pilihan Wiranto itu kembali dia ceritakan, saat memberi kuliah umum di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Ciputat, Tangerang Selatan. Hanya saja, dalam pemaparan kali ini, Wiranto memberi cerita tambahan. Tak pernah ditulis dalam buku atau disampaikan dalam mimbar-mibar sebelumnya. Ceritanya menyangkut SBY.

Dalam pidatonya, Wiranto antara lain menceritakan visi Indonesia yang dibikin Bung Karno dan Bung Hatta setelah Merdeka. Yaitu visi tentang negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Menurut Wiranto, visi tersebut luar biasa. Karena, menjelaskan tahapan-tahapan menuju adil dan makmur. Tak mungkin berdaulat tanpa bersatu. Tak mungkin bisa membangun keadilan sosial tanpa kedaulatan. Dengan semangat persatuan itu, kata Wiranto, Indonesia bisa selamat dari berbagai tragedi. Seperti pada 1965, saat terjadi pemberontakan PKI dan 1998 di masa reformasi.

Baca juga : Selamatkan WNI Lain Yang Berkasus Di Luar Negeri

Wiranto lalu menceritakan pengalamannya di masa pergantian kekuasaan di tahun 1998. Saat itu, Wiranto menjabat Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan dan Keamanan. Dia bilang, jabatan tersebut tak hanya strategis, tapi juga “sakti mandraguna”.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.