Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Sebelumnya
“KPU harusnya memahami itu. Yakni kekuasaan yudisial (MA) terhadap lembaga negara yang memiliki kekuasaan legislatif, meski kekuasaan legislatif yang dimiliki KPU bersifat quasi atau semu legislasi,” kata Mita.
Dia menilai, alasan KPU yang tidak merevisi PKPU tersebut karena merasa berat harus berkonsultasi dengan DPR, tidak masuk akal.
Kata dia, kesannya KPU tidak memposisikan sebagai lembaga mandiri dengan mengabaikan konstitusi, sistem ketatanegaraan dan sistem hukum di Indonesia.
Baca juga : ICW Desak Minta Maaf, KPU Minta Masukan Pakar
KPU, lanjut Mita, tetap harus merealisasikan putusan MA. Dengan cara, memastikan partai politik tidak lagi memajukan sosok yang tidak memenuhi syarat masa jeda 5 tahun sebagai calon anggota legislatif.
“Ketika tindakan KPU mengabaikan putusan MA, maka dapat dikatakan KPU sebagai lembaga publik telah melakukan arogansi dalam berhukum,” ujar Mita.
Diketahui, perkara Nomor 24 P/HUM/2023 soal aturan keterwakilan 30 persen perempuan dalam proses pencalonan anggota legislatif diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), mantan Anggota KPU Hadar Nafis Gumay, dosen Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini dan mantan Anggota Bawaslu Wahidah Suaib.
Baca juga : Prabowo: Polri Tetap Berada di Bawah Presiden, Bukan Kemhan atau Kemendagri
Sementara, perkara Nomor 28 P/HUM/2023 soal aturan pencalonan mantan napi korupsi sebagai anggota legislatif diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perludem, hingga dua orang eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang.
Dalam putusannya terhadap gugatan tentang aturan pencalonan bekas napi korupsi pada Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023, MA menilai syarat perhitungan pidana tambahan pencabutan hak politik bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu serta putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023.
Pada intinya, putusan MA mengamini dalil gugatan para Pemohon yang menganggap aturan KPU menunjukkan kurangnya komitmen dan semangat pemberantasan korupsi. Karena mengabaikan masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Baca juga : Tok, KPU Sah Langgar Aturan Nomut Bacaleg
Sementara, pada putusan MA dalam perkara uji materiil norma keterwakilan 30 persen perempuan dalam pencalonan anggota legislatif di setiap daerah pemilihan (Dapil), dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 diterapkan metode penghitungan pembulatan ke bawah untuk suara dengan angka desimal di bawah 50.
Artikel ini tayang di Rakyat Merdeka Cetak edisi Sabtu 7/10/2023 dengan judul Soal PKPU Eks Napi Korupsi, Bawaslu & KPU Satu Suara
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya