Dark/Light Mode

Senator Filep Dorong Pengadaan Dokter Spesialis Dipercepat

Senin, 13 Mei 2024 19:17 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Pada kesempatan kunjungan ke daerah, Senator Filep Wamafma memperoleh sejumlah pengaduan masyarakat.

Salah satunya, minimnya pelayanan di Rumah Sakit Umum, baik milik pemerintah maupun swasta.

“Saya mendapat informasi berupa aduan masyarakat bahwa di Papua ini ternyata pelayanan di RS masih sangat terbatas. Misalnya di Unit Gawat Darurat (UGD) dokternya tidak ada di tempat,” ujar Filep kepada awak media (11/5/2024).

“Bahkan dokter ahli terbatas, sementara pasien membutuhkan tindakan cepat,” tuturnya.

Terkait kondisi ini, Pace Jas Merah itu selanjutnya memberi masukan kepada pihak-pihak terkait, mengenai pembangunan layanan kesehatan di Papua.

Menurutnya, yang urgen dan mendasar di Papua ialah kesehatan dan pendidikan sebagai perintah utama UU Otsus.

“Keselamatan, kesehatan, pendidikan, kemanusiaan, itu yang harus jadi fokus dan indikator keberhasilan Otsus,” kata Filep lagi.

Wakil Ketua Komite I DPD RI ini lantas menyampaikan argumentasi hukumnya. Ia menguraikan dasar hukum tentang pembangunan kesehatan yang termuat dalam UU Otsus Perubahan.

Baca juga : Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Terendah Di Dunia

“Saya harus sampaikan kepada publik, bahwa perjuangan sebagai Ketua Tim Otsus DPD RI yang ikut menyusun UU Otsus, menghasilkan 2 pasal yang sangat penting untuk kesehatan,” ungkapnya.

Dia merinci, pertama, Pasal 34 ayat (3) huruf e angka 2 huruf b yang menyebutkan bahwa paling sedikit 20 persen dari penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25 persen dari plafon Dana Alokasi Umum nasional yang totalnya 2,25 persen digunakan untuk belanja kesehatan.

“Otsus periode 1 hanya sebesar 2 persen saja dan itu pun dibagi pendidikan dan kesehatan tanpa ada angka yang jelas,” tuturnya.

Kedua, Pasal 36 ayat (2) huruf b yang menegaskan bahwa 25 persen dari DBH Migas digunakan untuk belanja kesehatan dan perbaikan gizi.

“Otsus yang periode 1 hanya 15 persen saja. Jadi ada kenaikan signifikan di situ”, kata Filep.

Karena itu dia tidak heran, berdasarkan Data BPS 2022, Papua Barat termasuk 5 besar terbawah terkait jumlah dokter.

Pada tahun 2021 yang lalu, Data BPS menunjukkan hanya ada 10 Rumah Sakit di Papua Barat.

Baik infrastruktur maupun tenaga kesehatan, yang paling mengenaskan ada di Kabupaten Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak.

Baca juga : Terima KPPI, Bamsoet Dorong Peningkatan Peran Politik Perempuan

“Per tahun 2021 kedua kabupaten ini tidak memiliki RS. Dari 381 orang tenaga medis di Papua Barat, hanya ada 7 orang di Manokwari Selatan dan 9 orang di Pegunungan Arfak,” sambungnya.

Ia menambahkan, kemudian tenaga farmasi di Pegunungan Arfak hanya 2 orang.

Bahkan untuk Tenaga Psikologi Klinis, hanya ada 3 orang di Fakfak sementara di semua kabupaten lainnya sama sekali kosong.

Secara keseluruhan provinsi, persebaran semua jenis tenaga kesehatan sesuai data BPS per 2021 adalah Tenaga Medis 381 orang, Tenaga Keperawatan 2172 orang, Dan Tenaga Kebidanan 1145 orang.

Lalu, Tenaga Kefarmasian 222 orang, Psikologi Klinis 3 orang, Tenaga Kesehatan Masyarakat 199 orang, Tenaga Kesehatan Lingkungan 66 orang, Tenaga Gizi 153 orang, dan Tenaga Keterapian 17 orang.

Lebih lanjut, doktor Hukum lulusan Universitas Hasanuddin ini menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan juga seharusnya dimaksimalkan dari pemberian Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas Bumi (Migas).

Dia mencontohkan, DBH Migas untuk Provinsi Papua Barat pada 2023 sebesar Rp 2.609.393.660 triliun. Jika dihitung 25 persen dari DBH Migas, maka dananya kurang lebih Rp 652.348.415 miliar di tingkat provinsi.

Transfer DBH Migas ke kabupaten-kabupaten masing-masing kurang lebih sebesar Rp 66.472.906 miliar.

Baca juga : Hadapi Bonus Demografi, Presiden Minta Dokter Spesialis Diperbanyak

Maka pembiayaan kesehatan di tiap kabupaten sebesar 25 persen yaitu Rp 16.618.226 miliar.

Ini belum termasuk 1,25 persen dari plafon DAU nasional yaitu sebesar Rp 59.074.493 miliar di tingkat provinsi, dan Rp 36-Rp 51 miliar untuk tingkat kabupaten.

“Dana ini sangat besar sehingga jika di UGD dan RS tidak ada dokter ataupun dokter ahli, itu kan sangat mengherankan,” tegas Filep lagi.

Senator Papua Barat ini lantas menyinggung juga PP Nomor 106 Tahun 2021 terkait kewenangan pemerintah dalam bidang kesehatan.

Kewenangan itu ialah melakukan pemerataan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan Rumah Sakit, penguatan Tenaga Kesehatan, pelayanan kesehatan bergerak khususnya di daerah terpencil bagi OAP. Lalu, pemberian beasiswa bagi Tenaga Kesehatan OAP, bantuan anggaran pendidikan bagi penyelenggaraan pendidikan Tenaga Kesehatan, pemberian afirmasi Tenaga Kesehatan OAP, jaminan kesejahteraan dan keamanan bagi Tenaga Kesehatan, pemberian stimulan bagi kader kesehatan kampung dari OAP, dan masih banyak lagi. Untuk itulah saya sebagai wakil rakyat, meminta Kementeran Kesehatan (Kemenkes), pemprov, pemkab, supaya mengambil langkah konkret agar mengecek ketersediaan tenaga dokter. Filep juga meminta Kemenkes sesegera mungkin membentuk tim investigasi untuk melakukan eveluasi RS di tanah Papua, terkait pelayanan, tenaga ahli, fasilitas kesehatan, SDM. Selain itu, Pemprov dan Pemkab bersama Kemenkes diminta mempersiapkan tenaga kesehatan spesialis, misalnya jantung, penyakit dalam, syaraf dll.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.