Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tragedi ``Nunggu Di Ujung``

Minggu, 2 Oktober 2022 06:40 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Bagi sebagian masyarakat yang terlibat sengketa hukum, sepertinya ada prinsip: “kita tunggu di MA. Kita main di sana, di ujung”.

Prinsip itu sangat tidak sehat. Karena motifnya bukan mencari keadilan. Tapi “main”. Istilah popularnya “semua bisa diatur”. Hukum bisa dibeli, seolah-olah membeli pisang goreng di pinggir jalan.

Itulah yang tergambar dari kasus suap yang menimpa Hakim Agung Sudrajad Dimyati. KPK menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA terkait Koperasi Simpan Pinjam. Melibatkan uang miliaran.

Baca juga : Membereskan Dua Bangunan Besar

Terseretnya koperasi dalam kasus ini membuat kita semakin miris. Koperasi adalah sokoguru perekonomian Indonesia. Sokoguru, atau “tonggak”, “tiang tengah”, menjadi pilar penting, tulang punggung ekonomi rakyat.

Itulah masalahnya. Keterkaitan “oknum” koperasi, hakim agung dan korupsi, menjadi ironi tragis, dari sekian banyak ironi yang sangat menyakitkan dalam dunia hukum kita. Susah diterima akal sehat.

Kalau ditarik lebih ke belakang, konstruksinya membuat kita lebih khawatir dan sedih lagi. Rapuh. Tahun 2013, saat pemilihan hakim agung di DPR, publik dihebohkan dengan berita “skandal suap di toilet DPR”. Kehebohan ini melibatkan Sudrajat Dimyati dengan salah seorang anggota DPR.

Baca juga : Timpang, Korup Dan Takut

Tapi, belakangan, Komisi Yudisial (KY) menyatakan Dimyati tidak bersalah. Dia lolos, walau seorang anggota DPR menyebut itu sebagai “pamali”. Sekarang, rakyat tahu, apa yang menimpa Hakim Agung Sudrajat Dimyati. Bagaimana wajah hukum di negeri ini.

Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa masalahnya bukan hanya di perorangan atau individunya. Tapi sistem. Sebuah mata rantai solid yang saling terkait.

Karena itu, reformasi hukum bukan lagi sekadar pemanis bibir, dibicarakan di seminar, menjadi visi-misi saat kampanye. Itu semua sudah usang. Sudah bertumpuk-tumpuk. Sangat membosankan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.