Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Evaluasi Total dan “Keledai”

Selasa, 4 Oktober 2022 06:29 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Ini kalimat sakti: investigasi dan evaluasi menyeluruh. Ada juga yang menyingkatnya menjadi “evaluasi total!”. Ini terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menelan 125 orang korban jiwa.

Permintaan ini jangan dianggap main-main. Perlu disikapi serius. Segera. Tuntas. Menyeluruh. Jangan hanya direaksi secara parsial, sesaat, lalu hilang entah kemana. Butuh konsistensi dan ketegasan.

Apalagi kasusnya sudah berulang. Sudah sering. Hampir setiap musim kompetisi selalu menelan korban. Sepanjang itu pula, seruan evaluasi total digaungkan.

Baca juga : Tragedi ``Nunggu Di Ujung``

Tapi apa hasilnya? Sabtu, 1 Oktober 2022, di Stadion Kanjuruhan, Malang, menjadi puncak tragedi. Korbannya, anak-anak, remaja sampai orang dewasa.

Yang berduka bukan hanya Indonesia, tapi dunia. Hampir semua media di dunia memberitakan kejadian horor ini. Tokoh-tokoh penting sepakbola dunia, juga bersuara.

Banyak liga sepakbola di dunia mengheningkan cipta. Ada yang memasang pita hitam di lengan kiri. Ada stasiun TV, seperti TV Spanyol, yang memasang bendera Merah Putih disertai pita hitam. Semua mengungkap kedukaan atas kejadian memilukan ini.

Baca juga : Membereskan Dua Bangunan Besar

Kita mestinya malu. Introspeksi. Investigasi dan evaluasi menyeluruh atau evaluasi total, menjadi kewajiban.

Misalnya, evaluasi terhadap para suporter. Harus ditumbuhkan sikap “siap menang siap kalah”. Jangan maunya menang terus. Ini permainan. Bahkan, beberapa bulan lalu, nobar pertandingan Manchester United vs Liverpol saja bisa ricuh dan merusak fasilitas umum. Ini pertandingan jauh di Inggris sana, kenapa ricuhnya di Indonesia.

Tidak siap kalah juga ditunjukkan para pemain di lapangan. Akibatnya apa? Pertandingan bola berubah menjadi laga kungfu dan karate.

Baca juga : Timpang, Korup Dan Takut

Wasit juga bisa memperkeruh suasana. Keputusan wasit sangat mempengaruhi emosi penonton dan pemain. Kualitas wasit Indonesia masih jauh dari harapan.

Di luar lapangan, sepakbola seringkali menjadi alat politik. Untuk Pilkada atau kontestasi politik lainnya. Untuk menarik massa pemilih.

Ada juga pengurus PSSI yang merangkap sebagai pengurus dan “pembina” klub. Akibatnya, terjadi konflik kepentingan. Segala cara dilakukan untuk membantu klub yang dibinanya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.