Dark/Light Mode

“Ayam dan Orang Alim”

Selasa, 7 Maret 2023 04:55 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Ini penting menjelang Pemilu: lihatlah “apanya” bukan “siapanya”. Perhatikan substansinya. Bukan orangnya. Simaklah gagasannya, bukan dari mulut siapa gagasan itu dilontarkan.

Ini perlu diingatkan, karena, tahun ini, polarisasi sudah berusia delapan tahun. Kalau ini terus “terpelihara”, gawat. Perjalanan bangsa ini akan kian melenceng dan berisiko.

Polarisasi yang diwujudkan dalam bentuk labeling “cebong” mulai muncul pada April 2015. Data ini berdasarkan penelusuran Drone Emprit, platform pemonitor dan analis media sosial berbasis teknologi big data. Cebong adalah istilah untuk pendukung Jokowi.

Tak lama setelah itu, muncul kompetitornya: kampret. Sebutan untuk pendukung Prabowo. Kampret pertama kali muncul, Oktober 2015.

Baca juga : “Anomali Amali”

Dua istilah legend simbol polarisasi ini muncul terkait Pilpres 2014. Setelah itu, lahir istilah lain seperti BuzzeRp, Kadrun, Cebonger, Kampretos dan sebagainya. 

Pemilu 2024, polarisasi akan memasuki tahun ke-9. Walaupun komposisinya sudah teracak, para pemimpin juga sudah melakukan islah dan kolaborasi, pertempuran di tingkat grassroot masih meletup.

Fenomena ini mesti dikikis sebelum meledak di Pemilu 2024. Perjalanan bangsa jauh lebih besar dibanding sekadar mempermalukan pihak lawan dan menang-menangan. Nasib bangsa jauh lebih berharga dibanding sekadar kepuasan karena “kita menang” dan “lawan kalah”.

Bukan tidak mungkin, ada pihak-pihak yang membiarkan atau bahkan memelihara polarisasi. Salah satu tujuannya, untuk menutupi atau mengkamuflase kepentingan-kepentingan ekonomi atau politik tertentu yang ditargetnya. 

Baca juga : “Tragedi Lupa”

Pihak-pihak ini bisa saja membiayai pertikaian ini. Kalau perlu mensponsori keduanya. Diadu domba, diacak-acak supaya air tetap keruh untuk kemudian mengail di air keruh tersebut.

Kalau pun ada polarisasi, maka polarisasi gagasan dan programlah yang mestinya dikedepankan. Biarkan polarisasi gagasan dan program bertarung. 

Misalnya, ada kebijakan positif yang ditawarkan salah satu kandidat, kalau itu dinilai baik, ya didukung. Kalau tidak, jangan didukung.

Sayangnya, tidak sedikit yang langsung antipati, bahkan menghujat, ketika program atau ide ini diluncurkan oleh pihak “lawan”. 

Baca juga : Bertarung Lawan Beruang Hitam

Dalam kasus seperti ini, yang dilihat adalah “siapanya”, orang kita atau bukan, pendukung kita atau bukan. Mestinya yang dilihat substansinya, bagus atau tidak. 

Da’i sejuta umat KH Zainuddin MZ pernah mengumpamakan, “walaupun keluar dari dubur ayam, kalau telor, ambil. Walaupun keluar dari dubur orang alim, kalau kotoran, kabur“.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.