Dark/Light Mode

Awas “Hubris Syndrome”

Kamis, 9 Maret 2023 05:06 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - “Hati-hati, jangan pamer kekuasaan. Jangan pamer harta,” tegas Presiden Jokowi mengingatkan para pejabat.

Pamer kuasa dan pamer harta, dua hal yang berbeda. Pertama, pamer harta. Kenapa peringatan ini penting? Karena punya potensi bahaya.

Kita berangkat dari data. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebanyak 26,36 juta orang. Meningkat 0,20 juta orang dibanding Maret 2022.

Jumlah pengangguran juga tidak sedikit. Agustus 2022, masih data BPS, angkanya mencapai 8,4 juta orang. Atau, 5,86 persen dari total angkatan kerja nasional. Angka ini menggambarkan potensi bahaya ketika dihadap-hadapkan dengan fenomena pamer harta dan pamer kemewahan yang sekarang sedang viral. Sangat sensitif. Juga berisiko. Bahkan, dalam kondisi tertentu, fenomena ini bisa memicu gejolak sosial yang berpotensi menjadi gejolak politik.

Baca juga : Sama-sama “Wani Piro”

Kedua, pamer kekuasaan. Ini juga berbahaya. Misalnya, beberapa kepala daerah didemo karena menunjukkan arogansi kekuasaan. Pamer kekuasaan ini bisa juga berbentuk gagasan, pernyataan, tindakan, keputusan serta kebijakan.

Hampir dua puluh tahun lalu misalnya, ada seorang bupati di Riau yang jatuh karena didemo puluhan ribu guru dan siswa. Kepala daerah tersebut dianggap pamer kuasa. Dia dianggap melecehkan profesi guru.

Kita juga sering mendengar kalimat “tenang saja, itu bisa diatur”. Kalimat tersebut menggambarkan arogansi bahwa semuanya bisa dibeli, semua bisa dikendalikan, termasuk aparat hukum.

Pada 2008, seorang dokter yang juga politisi Inggris, Lord Owen, memperkenalkan istilah “hubris syndrome” yang bisa menggambarkan orang yang pamer kuasa. Bersama Jonathan Davidson, seorang psikiater dan peneliti dari Duke University di AS, Owen menyebutkan, sindrom ini bisa menghinggapi siapa saja, termasuk yang awalnya baik dan tak memiliki karakter tersebut. 

Baca juga : Waspadai Massa “Rindu Dendam”

Meneliti para pemimpin Inggris selama seratus tahun terakhir, mereka menemukan beberapa gejala sindrom tersebut. Jumlahnya 14. Di antaranya, mereka memandang dunia ini dengan cara yang sederhana dan gampang, demi kemuliaan pribadi.

Mereka juga memiliki keyakinan yang berlebihan bahkan cenderung anti-kritik. Mereka mengidentifikasi organisasi atau wilayah kekuasaannya sebagai “saya”.

Pengidap sindrom ini juga kehilangan kontak dengan kenyataan. Hidup dalam pikiran yang dibangun sendiri, sehingga bisa membuat keputusan yang gegabah. Karena, “semua bisa diatur, dengan kekayaan atau kuasanya”.

Sindrom ini bisa dikaitkan dengan kasus-kasus pamer harta dan kemewahan serta pamer kekuasaan yang sekarang sedang viral. Ketika “dua pamer” ini menyatu dan berkembang luas, potensi bahaya juga mengintai. Dalam kondisi sosial ekonomi yang gerah menghimpit dan politik yang memanas, eskalasinya bisa meningkat tak terduga. 

Baca juga : Koalisi “Sumbadra Larung”

Di sinilah pentingnya warning yang disampaikan Presiden Jokowi kepada para pejabat. Jangan pamer kuasa, harta dan kemewahan. Hati-hati “hubris syndrome”.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.