Dark/Light Mode

Korupsi, Seperti Nyebur Ke Kolam

Kamis, 30 Maret 2023 06:54 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

 Sebelumnya 
Begitu pula proses korupsi bertumbuh. Dimulai dari hal-hal kecil, lalu membesar. Disebut kecil, juga tidak. Apalagi kalau kecilnya versi pejabat. Uang dengarnya saja bisa miliaran seperti yang sering terungkap dalam beberapa kasus korupsi.

Karena itu, hati-hati. Ketika hal-hal yang dinilai kecil tersebut dianggap biasa, dirasionalisasi, lalu membentuk semacam budaya, kemudian membesar menjadi banalitas kejahatan.

Saat itulah standar moral sebuah sistem tergerus sedikit demi sedikit. Yang kecil dianggap biasa, yang besar dianggap normal, apalagi “pejabat lain juga melakukan kutipan yang sama”.

Baca juga : Kucing, Singa & Teletubbies

Dalam kondisi itulah, seperti dikatakan pujangga Ronggowarsito, “gila dianggap biasa”. Kalau ada yang ke tangkap atau terjerat OTT, walau sekarang agak jarang, itu dinilai “hanya apes saja”.

Kita akhirnya terbiasa dengan kampanye anti korupsi yang justru dilakukan oleh pelaku korupsi. Korupsi besar dianggap wajar, apalagi yang kecil. Orang bermasalah diangkat menjadi pejabat. Money politics jadi kewajaran. Mewabah di semua sektor.

“Noleh ke mana aja ada korupsi. Noleh ke hutan ada korupsi di hutan, noleh ke udara ke pesawat udara ada korupsi di Garuda, asuransi ada korupsi, koperasi korupsi, semuanya korupsi,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Baca juga : Bukan Sekadar Politainment

Di tengah kondisi seperti itu, para petinggi seperti gagap dan bingung mau mulai darimana. Politisi PDI-P Adian Napitupulu bahkan melakukan otokritik, “jangan-jangan masalahnya ada di diri kita semua,” katanya dalam sebuah acara yang dihadiri banyak pejabat.

Lalu, mau mulai darimana? Lee Kwan Yew, ketika menjabat Perdana Menteri Singapura pada tahun 1959, meng ungkapkan resepnya. Dia menulis dalam bukunya:

“Kami muak dengan keserakahan, korupsi dan dekadensi dari banyak pemimpin Asia. …Pengalaman saya tentang perkembangan di Asia membuat saya menyimpulkan bahwa kita membutuhkan orang-orang yang baik untuk memiliki pemerintahan yang baik. Betapa pun baiknya sistem peme rintahan, para pemimpin yang buruk akan membawa kerugian bagi rakyatnya”.

Baca juga : Keanehan Jadi “New Normal”

Sekarang kita tahu, dimana posisi Singapura. Sementara kita masih terus berjuang dengan “uang kopi, uang teh, uang dengar” dan “uang-uang” yang dianggap kecil tapi membebani rakyat, pengusaha dan investor." ■

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.