Dark/Light Mode

Bola Panas Di Merdeka Barat

Selasa, 30 Mei 2023 06:00 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemilu legislatif 2024: milih orang atau milih tanda gambar partai? Kabarnya, seminggu dua minggu ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengeluarkan putusannya.

Ketika pembicaraan mengenai sistem pemilu merebak, kita teringat istilah “kader janggut” atau “kader jenggot".

Istilah ini merujuk kepada politisi yang ingin merebut posisi di panggung politik, menjadi caleg misalnya, dengan mengandalkan “dukungan dari atas".

Dukungan dari bawah, dari rakyat, nomor sekian. Yang penting dapat dukungan dari atas, dari pimpinan partai terlebih dahulu. Harapannya, pimpinan partai menempatkannya di “nomor jadi”, bukan “nomor sepatu”.

“Kader janggut” menjadi salah satu kelemahan sistem tertutup, atau memilih gambar partai. Bukan memilih orang atau caleg seperti dalam sistem terbuka.

Baca juga : DPR Minta Perpanjang Juga?

Istilah kader janggut muncul di era Orde Baru. Saat itu, banyak keluarga atau kerabat pejabat yang tiba-tiba mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Mereka mengakar ke pimpinan parpol, ke atas, seperti janggut. Bukan ke bawah.

Dari sinilah, antara lain, istilah Nepotisme (salah satu N dalam KKN) menjadi jargon penting di era awal Reformasi.

Sistem tertutup, memilih lambang partai, sekarang kembali mencuat. Apalagi setelah pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengaku dapat bocoran bahwa MK akan memutuskan sistem tertutup dalam pemilu 2024 mendatang.

Denny bahkan diancam akan dipolisikan karena dituduh membocorkan rahasia negara (apakah putusan MK ini sudah pasti?).

Bocor-membocorkan memang menjadi isu menarik di negeri ini. Di KPK misalnya, sempat heboh adanya orang penting yang membocorkan hasil penyelidikan. Lalu. pada Pilpres 2019. salah seorang capres juga ngetop karena menyebut anggaran negara bocor sampai Rp500 triliun!

Baca juga : Bukan Mencari Juara Balap Karung

Kembali ke sistem pemilu. Terbuka atau tertutup memang punya kelemahan dan kelebihan masing-masing. Hanya Saja. kalau mau dipertimbangkan ulang. jangan dibikin heboh menjelang pemilu atau sudah di 2/3 jalan (bukan lagi setengah jalan).

Sebenamya, yang tak kalah penting dari sistem terbuka atau tertutup adalah rekrutmen calon. Dalam beberapa kasus, parpol hanya mempertimbangkan popularitas calon. Bukan kapasitas, integritas dan kredibilitas.

Selain itu, sirkulasi anggota legislatif. juga perlu dipertimbangkan. Perlu dibatasi. Jangan sampai anggota DPR. menduduki kursinya terlalu lama. Sama seperti seperti Presiden. cukup dua kali saja.

Sekarang, kita menunggu putusan MK. Bisa seminggu atau minggu lagi. Butuh waktu. Apalagi MK yang berkantor di Jalan Medan Merdeka Barat, sedang sibuk “menggenggam bola panas".

Bolaitu, antara lain. putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. dari empat tahun menjadi lima tahun. Putusan ini menuai kritik.

Baca juga : Politik Dan Telur Adnan

Bola panas lainnya, yakni gugatan yang disampaikan Partai Solidaritas Indonesia (PST) soal batas usia Capres- Cawapres. PSI meminta batas usia capres-cawapres diturunkan, minimal 35 tahun.

Putusan MK mengenai isu-isu panas dan strategis ini, akan menentukan wajah dan perjalanan Indonesia kedepan. Itulah mengapa. anggota MK harus figur negarawan, atau begawan yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.