Dark/Light Mode

Standar Ganda Politisi Sikapi Hasil Survei

Rabu, 29 November 2023 00:45 WIB
BUDI RAHMAN HAKIM
BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka - Para politisi menerapkan standar ganda dalam menyikapi hasil survei elektabilitas, yang sudah sangat marak. Jika hasilnya menunjukkan partai atau Capres yang diusungnya bagus, mereka menyanjung survei itu. Jika sebaliknya, elektabilitas partai dan Capresnya jelek, mereka mempertanyakan kredibilitas survei itu.

Semakin mendekati pencoblosan Pemilu 2024, survei elektabilitas semakin marak. Baik yang dilakukan lembaga survei lama, yang sudah punya nama dan berpengalaman, maupun lembaga-lembaga baru. Ada yang melakukan survei berskala nasional, ada juga yang per daerah tertentu.

Hasil surveinya “warna-warni”. Untuk hasil survei Capres-Cawapres, kadang urutan dari yang tertinggi ke terendahnya sama, kadang juga berbeda. Yang urutan sama pun, kadang elektabilitasnya berbeda-beda. Untuk hasil survei parpol juga begitu. Kadang urutan dari yang tertinggi ke terendahnya sama, kadang juga berbeda.

Baca juga : Yang Mana Hasil Survei Paling Akurat

Pihak yang diunggulkan dalam survei akan memberikan sikap positif. Dengan agak jaim, mereka menyatakan, survei itu adalah hasil penelitian ilmiah dan menjadi acuan partainya atau capresnya dalam usaha untuk bersama-sama rakyat. Intinya, mereka setuju dengan survei "yang menguntungkan" itu.

Namun, bagi yang tak diunggulkan, mereka berusaha menegasikan hasil survei itu. Alasannya macam-macam. Ada yang bilang hasil survei itu tidak sesuai realitas di lapangan, ada yang mempertanyakan metode pengambilan sampel, ada juga yang menuding survei itu bayaran. Tapi, saat ada survei lain yang menunjukkan partainya atau capresnya dalam posisi bagus, mereka langsung memuji.

Standar ganda yang diterapkan para parpol terhadap hasil survei ini sudah sangat umum. Sudah ada sejak pertama kali munculnya lembaga survei di era Pemilu langsung. Standar ini mereka gunakan dengan tujuan mengeliminir potensi-potensi duri yang bisa menghalangi langkahnya di Pemilu. Juga untuk menjaga semangat kader di bawah, agar semangatnya tidak drop. Namun, kadang-kadang, sikap "bertahan" mereka menjadi tidak rasional.

Baca juga : Kematangan Politik Puan

Untuk lembaga survei, memang masih banyak celah untuk dikritisi. Yang pertama, lembaga survei yang ada saat ini banyak yang merangkap menjadi konsultan politik. Hasilnya pun ditujukan sebagai bagian kampanye. Sehingga wajar jika ada partai atau kandidat keberatan dengan hasil survei itu.

Kedua, persentase elektabilitas yang ditampilkan lembaga survei masih belum dipisahkan dari swing voters atau pihak yang menyatakan tidak memilih/belum menentukan pilihan. Dengan pencampuran ini, elektabilitas parpol papan bawah atau Capres tertentu menjadi terlihat sangat kecil.

Padahal, yang dihitung saat Pemilu adalah suara sah, tanpa memasukkan angka golput maupun surat suara sah. Tidak heran, jika kemudian ada parpol yang diramal tidak memenuhi Parliamentary Threshold dalam survei, tetap bisa lolos ke Senayan. Tidak heran juga, Capres yang tadinya dianggap sebelah mata, ternyata suaranya cukup signifikan. Karena cara menghitung persentasenya atau survei dengan KPU memang beda.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.