Dark/Light Mode

Puasa Beda Sudah Biasa

Jumat, 8 Maret 2024 05:06 WIB
BUDI RAHMAN HAKIM
BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka - Awal Ramadan tahun ini berpotensi besar akan berbeda antara Muhammadiyah dengan Pemerintah. Muhammadiyah mengawali Puasa pada Senin (11/3), sedangkan Pemerintah bersama Nahdlatul Ulama (NU) kemungkinan besar akan menetapkan awal Puasa pada Selasa (12/3).

Perbedaan ini tidak perlu dirisaukan. Masyarakat kita sudah terbiasa dengan perbedaan ini. Dalam beberapa tahun terakhir, Muhammadiyah dan Pemerintah kerap berbeda dalam penentuan awal Puasa, Idul Fitri, maupun Idul Adha. Namun, masyarakat kita tetap rukun. Masyarakat sudah sangat dewasa menyikapi perbedaan ini. Riak-riak di sebagian daerah memang masih ada, tapi itu kecil sekali.

Perbedaan awal Ramadan ini terjadi karena perbedaan metode dan kriteria yang digunakan Muhammadiyah dan Pemerintah. Muhammadiyah menggunakan metode hisab (perhitungan ilmu falak/astronomi) dengan kriteria wujudul hilal (bulan baru sudah wujud). Sedangkan Pemerintah menggunakan metode rukyat (melihat) dan hisab dengan kriteria imkanur rukyat (ketinggian hilal harus bisa diamati).

Baca juga : Menag: Jaga Toleransi

Hasil hisab yang dilakukan Muhammadiyah maupun Pemerintah dan NU menunjukkan, telah terjadi ijtimak (konjungsi) alias posisi garis sejajar antara bulan dan matahari pada Minggu (10/3) sore. Namun, saat matahari terbenam, tinggi hilal sangat rendah. Dalam hasil hisab Muhammadiyah menunjukkan, tinggal hilal hanya +00 derajat 56 menit 28 detik.

Bagi Muhammadiyah, meski tingginya sangat rendah, hilal sudah wujud. Karena hilal sudah di atas 0 derajat. Dengan begitu, keesokan harinya, Senin (11/3), sudah masuk 1 Ramadan.

Sedangkan bagi Pemerintah dan NU, Senin (11/3), belum masuk Ramadan. Sebab, ketinggian hilal seperti itu tidak mungkin bisa di-rukyat (diamati baik memakai teropong, apalagi dengan mata telajang). Dengan posisi yang sangat rendah itu, cahaya dari bulan baru akan tersamarkan oleh cahaya matahari, karena jaraknya masih terlalu dekat. Dalam kriteria imkanur rukyat, tinggi hilal yang bisa diamati minimal 3 derajat di atas ufuk ketika matahari terbenam.

Baca juga : Harga Beras Mulai Turun Di Sejumlah Pasar Jakarta

Meski belum semua masyarakat mengerti mengenai hitung-hitungan dan kriteria yang digunakan, mereka sudah bisa memahami dan menerima perbedaan penetapan Ramadan, Idul Fitri, maupun Idul Adha antara Muhammadiyah dan Pemerintah. Kita bersyukur, sikap guyung dan toleransi beragama di masyarakat semakin baik.

Sayangnya, kondisi serupa tidak terjadi dalam dunia politik. Perbedaan pilihan dalam dunia politik masih sering menyebabkan pergesekan di masyarakat. Bahkan, masih terjadi kasus warga dikucilkan di lingkungannya gara-gara berbeda pilihan.

Di Pemilu 2024, meski tak separah di Pemilu 2019, gesekan akibat perbedaan pilihan masih terjadi. Pertikaian di tingkat elite ikut merambat di akar rumput. Bahkan, gesekan di akar rumput terasa lebih panas. Apalagi, saat ada yang membangun persepsi, pilihan dalam Pemilu mencerminkan keimanan dan ketakwaan.

Baca juga : PPP Dikabarkan Balik Arah, Rommy Bantah

Seiring berjalannya waktu, semoga masyarakat politik kita juga bisa lebih terbuka wawasannya dalam menerima perbedaan. Contohlah sikap masyarakat dalam menerima perbedaan di bidang ibadah. Tak perlu ada keributan, tak perlu ada gesekan, apalagi sampai pertikaian. Terimalah perbedaan itu sebagai fitrah.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.