Dark/Light Mode

Tentang BPJS Dkk

Kamis, 14 Mei 2020 02:23 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Apakah iuran BPJS boleh naik? Boleh. Kapan? Nah ini masalahnya. Lihat momen yang pas. Yang pasti, sebaiknya jangan sekarang. Juga tidak dua atau tiga bulan lagi. Karena, dampak Corona ini diprediksi berbuntut sampai tahun depan. Artinya, sampai tahun depan, rakyat masih belum punya uang. Masih hidup prihatin.

Bahkan, kelas menengah yang dinilai cukup aman, ternyata tersenggol juga oleh dampak Corona. Ada yang di-PHK atau dirumahkan.

Masalahnya, seperti halnya rakyat, pemerintah juga sedang kesulitan keuangan. Pemerintah sangat butuh uang. Saat ini, negara sedang mnengalami defisit. Besar pasak dari pada tiang.  Pengeluaran banyak, pemasukan sedikit.

Mau pinjam ke luar, semuanya lagi sibuk dengan masalahnya masing-masing. Sedang kesulitan keuangan. Kena dampak Corona juga sehingga sulit cari utangan.

Baca juga : Di Laut, Kita Jaya, Bukan Ditindas

Saking susahnya, antara pemerintah pusat dan daerah sampai berantem soal uang. Ribut. Tagih-menagih utang seperti yang terjadi antara Pemprov DKI Jakarta dengan pemerintah pusat.

DKI menagih Dana Bagi Hasil yang menjadi haknya senilai Rp 5,1 triliun ke pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan. Kemenkeu punya pendapat dan aalasan kenapa dana itu belum dibayarkan ke DKI.

Sekarang ada lagi isu baru: kenaikan iuran BPJS. Ribut lagi. Dulu, sempat dinaikan, tapi dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Sekarang dinaikan lagi. Apakah ini akan kembaali berujung di MA? Kita tunggu.

Kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS hampir sama dengan kebijakan tidak menurunkan harga BBM dalam negeri ketika harga minyak dunia sedang turun.

Baca juga : Koordinasi, Bukan Saling Serang

Isu-isu panas ini datang silih berganti dalam beberapa minggu, bahkan dalam dua hari ini. Misalnya, Disahkannya UU Mineral dan Batubara, Perppu No 1/2020 yang kemudian menjadi UU dan dikaitkan dengan anggaran Rp405 trliun.

Ada juga isu Kartu Pra Kerja senilai 5,6 triliun. Dibolehkannya pembangunan di pulau reklamasi. Masalah mudik, PSBB, Bansos, hubungan pusat-daerah, kelangkaan masker, ventilator dan sebagainya.

Bahkan sebelum ada Corona, publik sudah dipanaskan oleh revisi UU KPK yang dinilai melemahkan lembaga anti korupsi tersebut. Ada pula kasus Jiwasraya, Asabri, utang BUMN yang jatuh tempo, buron KPK Harun Masiku cs, dan sebagainya.

Isu-isu datang bergelombang. Seperti rangkaian pukulan jab, hok, uppercut seorang petinju.

Baca juga : Hati-hati Krisis Pangan

Maka, ketika ada kabar iuran BPJS dinaikkan, rakyat seperti mendapat tambahan pukulan kombinasi. Belum bisa bernafas lega.

Pemerintah juga demikian, kerepotan diserang pukulan bertubi-tubi Corona. Sekarang, siapakah yang harus “mengalah”? Pemerintah memikirkan rakyat dengan berbagai macam cara, atau rakyat yang diminta mengerti kondisi pemerintah?(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.