Dark/Light Mode

Menanyakan Mafia Alkes

Kamis, 23 April 2020 02:18 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Siapakah yang menjadi mafia alat kesehatan seperti yang disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir? Pertanyaan itu sampai sekarang belum terjawab. Anggota DPR, KPK, BUMN farmasi, lembaga anti korupsi, juga mengajukan pertanyaan yang sama: Siapa?

Anggota Fraksi PDIP Adian Napitupulu, dalam tulisannya di Facebook, sedikit memberikan clue mengenai mafia alkes ini. Dalam tulisannya, tergambar bahwa Adian punya pengetahuan memadai mengenai alkes. Namun, ujungnya sama saja, dia mengajukan pertanyaan yang sama ke Erick: Siapa?

Kalau pertanyaan “siapa” ini berlanjut terus, tanpa ada tindak lanjut, percuma. Sia-sia. Hanya memancing kegaduhan, tanpa ada tindak lanjut.

Baca juga : Ada Apa “Toean dan Oligarki”?

Kalau Erick hanya melempar isu, apa bedanya dengan pengamat? Karena, sesungguhnya, pemerintah sudah diberikan senjata berupa sumber daya yang cukup untuk membongkar dan melakukan perbaikan. Untuk meluruskan yang bengkok, membenahi yang salah. Salah satunya yaitu tindakan. Bertindak. Mengambil langkah-langkah taktis dan strategis.

Di tengah bencana, penggunaan anggarannya mestinya lebih diwaspadai. Apalagi dalam keadaan darurat, ketika semua orang sibuk mengurus bencana, celahnya sangat lebar.

Pengawasan anggaran bencana tidak cukup dengan pernyataan “masa sih ada yang tega memainkan uang bencana!?” Karena, pengalaman membuktikan, di tengah bencana, selalu tercium bau amis. Mereka yang biasa bergerak di bidang alkes, selalu punya cerita menarik yang membuat kita, sebagai rakyat, berkata heran: kok bisa sih?

Baca juga : Kebijakan Salah: Melenyapkan Burung

Ini ladang KPK. Beberapa tahun lalu, KPK sudah memprioritaskan sektor kesehatan. Dalam kajian tahun 2018, KPK melihat ada masalah di tata kelola alkes, yaitu premarket, placing on market, dan postmarket.

Misalnya, ada pemborosan alkes yang tidak terpakai di beberapa rumah sakit karena tidak sesuai spesifikasi, pemeliharaan yang buruk, serta  kurangnya tenaga SDM yang mengoperasikannya. Dari sini, banyak terjadi pemborosan uang negara.

KPK juga sudah mencegah dan mengingatkan kemenkes untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan. Misalnya, perlunya pemisahan peran regulator dan operator, keterbatasan organ pengawasan alkes beserta fasilitas pendukungnya. Keterbatasan ini mengakibatkan kalibrasi alkes menjadi terbatas.  Saat ini, di Indonesia, hanya sekitar 25-28 persen alkes yang terkalibrasi.

Baca juga : 405 T, Siti dan Kehati-hatian

Itu 2018, dua tahun lalu. Bagaimana sekarang? Ketika KPK melakukan Pencegahan, seperti yang jadi prioritasnya, siapa tahu KPK juga menemukan mafianya dan bisa langsung bertindak. Sambil menyelam minum air. Dari situ, “siapa” mafianya akan terjawab.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.