Dark/Light Mode

Pantaskah Konglomerat Didanai?

Kamis, 23 Juli 2020 05:01 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Ini contoh “kecil” yang bisa menjadi cermin besar bangsa ini: Di tengah krisis akibat Corona, dua lembaga foundation yang bernaung di bawah perusahaan konglomerat justru masuk dalam daftar penerima hibah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dua lembaga tersebut mendapat hibah Program Organisasi Penggerak. Nilai maksimalnya, Rp 20 miliar per tahun. Karena kurang sreg, Ormas Muhammadyah yang juga masuk dalam program ini, menyatakan mundur. Muhammadiyah menilai ada yang kurang pas. Ada yang janggal.

Semestinya, justru perusahaan swasta, apalagi berlabel perusahaan besar, menyumbang lewat dana corporate social responsibility (CSR) mereka. Bukan menggunakan dana APBN. Dua lembaga foundation tersebut pasti juga sudah melakukan program CSR. Kenapa pula perlu masuk dalam program yang menggunakan dana APBN?

Baca juga : Berita Sedih dari Jakarta

Kemendikbud menggelontorkan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk program Organisasi Penggerak. Program ini memberikan pelatihan bagi para guru. Pelaksananya, organisasi yang mendapat dana hibah dari Kemendikbud. Dalam program ini, Kemendikbud menyatakan, mereka sudah melakukannya secara transparan.

Ada 156 organisasi yang lolos verifikasi sebagai Organisasi Penggerak. Dua di antaranya, lembaga foundation milik konglomerat tersebut. Muhammadiyah juga lolos. Tapi menyatakan mundur. Apakah fenomena “tidak tepat sasaran” masih terjadi di negeri ini?

Puluhan tahun lalu, di era Orde Baru, ekonom Soemitro Djojohadikusumo melontarkan pernyataan yang kemudian menjadi legend sampai sekarang. APBN, kata Soemitro saat itu, bocor sampai 30 persen! KPK juga pernah menyampaikan mengenai bocornya anggaran 30 sampai 40 persen. Itu terjadi sejak Orba.

Baca juga : Cari Vaksin Mafia Hukum

Sekarang, di tengah pandemi Corona, akan digelar Pilkada serentak, Desember 2020. Ini juga memiliki potensi kerawanan. Apakah penyaluran dana hibah dan bansos  serta dana Corona di beberapa daerah (masih) diawasi ketat? Apakah “dana pilkada” para petahana dipelototi serius?

Bagaimana pula dengan penggunaan anggaran Corona yang terus membengkak dan sekarang mencapai Rp 695,2 triliun? Angaran ini tersebar di banyak instansi dan tersebar di semua daerah. Termasuk 270 Kota/Kabupaten yang akan menggelar Pilkada serentak.

Penggunaan anggaran super jumbo ini berpotensi rawan karena dibentengi hak imunitas dalam UU No 2 tahun 2020. Tak bisa dipidana. Tak bisa digugat, kecuali terbukti ada iktikad tidak baik. Misalnya, niat untuk korupsi. Iktikad, niat, ada di dalam hati. Cenderung abstrak. Niskala. Karena ini persoalan menahun, akut, perlu ada kemauan ekstra kuat dan sistematis untuk membereskan persoalan anggaran ini.

Baca juga : Cermat Membubarkan Lembaga

Sungguh sangat menyedihkan kalau peringatan Soemitro puluhan tahun lalu, masih juga terjadi sampai hari ini: 22 tahun setelah Orde Baru ditumbangkan karena KKN.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.