Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Banjir dan tanah longsor semestinya menjadi introspeksi serius bagi bangsa ini. Perlu aksi jelas, tegas, menyeluruh dan berkelanjutan.
Sebenarnya, sudah sangat lama bangsa ini diingatkan akan bahaya dan bencana ekologis. Dari zaman Orde Baru. Sampai sekarang, peringatan itu terus disampaikan.
Baca juga : Gray, Trump Dan Kita
Gambar-gambar mengenai kerusakan lingkungan di Kalimantan dan di beberapa daerah lainnya, lubang-lubang tambang yang dibiarkan menganga, hutan-hutan yang berubah fungsi, sudah sering disampaikan.
Tapi, itu belum cukup sebagai pengingat yang serius. Dalam sebuah diskusi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam, di kantor KPK, Juli 2019 lalu, misalnya, terungkap sebuah fakta menarik. Fakta ini diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Menurut temuan, kata Laode, ada provinsi di Kalimantan yang mengeluarkan izin melebihi luas wilayah daratannya. Di Sulawesi, ungkapnya, juga ada kasus serupa, izin yang diberikan lebih luas dari wilayahnya.
“Negeri macam apa ini?” tanyanya saat itu. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mengungkap data yang seharusnya membuat kita khawatir. Bahwa, dalam 29 tahun terakhir, Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito di Kalimantan Selatan telah kehilangan 62,8 persen tutupan hutan!
Baca juga : Tempe Mahal, Mafia Lagi
Data yang disampaikan lembaga-lembaga internasional, juga jelas: Indonesia menjadi salah satu negara yang kehilangan hutan sangat luas dalam beberapa tahun terakhir.
Data Global Forest Watch misalnya, menempatkan Indonesia di urutan ketiga. Di atasnya, ada Brazil (pertama) dan Republik Demokratik Kongo (kedua).
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.