Dark/Light Mode

Hati-hati Jebakan Utang

Selasa, 12 Oktober 2021 07:12 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

 Sebelumnya 
Proyek ini sempat dipertanyakan dan mengundang kontroversi. Kementerian PUPR juga sempat menghentikan proyek karena memicu banjir. Saat diresmikan di Perkebunan Walini, Bandung Barat, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bahkan tidak hadir. Dia tidak setuju.

Jonan yang sukses membenahi perketaapian, mungkin punya pandangan yang lebih tajam dan jauh ke depan. Dia misalnya mengusulkan, daripada terus membangun kereta api di Jawa, lebih baik membangun perkeretaapian di Kalimantan. Saat itu, wacana pindah ibukota belum benar-benar menggema. Masih samar-samar.

Selain menggunakan dana pinjaman dari China, Jakarta-Bandung dinilai belum terlalu membutuhkan kereta cepat.

Baca juga : "Sportswashing"

Lagi pula, sudah ada tol Cipularang. Pesawat, travel dan Kereta Api Argo Parahyangan, juga tersedia. Tak perlu kereta cepat, apalagi dengan biaya yang sangat besar. Utang pula.

Kalau ibu kota negara pindah ke Kalimantan, urgensinya juga kian berkurang.

Sekarang, pembiayaan kereta api cepat Jakarta Bandung, membengkak. Banyak sekali. Dari awalnya sekitar Rp 86 triliun melonjak menjadi sekitar Rp 114 triliun. Dan, akhirnya boleh pakai dana APBN.

Baca juga : Nyanyian Azis, Menunggu Dewas

Penggunaan dana APBN ini belum final. Masih menunggu audit investigasi. Audit ini akan memastikan berapa pembengkakan biayanya. Kalau auditnya menyimpulkan proyek ini kurang layak, antara lain untung ruginya, apakah bisa dihentikan?

Beberapa negara pernah membatalkan mega proyek kerjasama dengan China. Mereka merasa terjebak. Malaysia misalnya, membatalkan proyek senilai 11,58 miliar USD, Kazakhstan hampir 1,5 miliar USD, dan Bolivia lebih dari 1 miliar USD.

Sebuah studi dari AidData, lembaga penelitian di William & Mary Global Research Institute, yang dirilis belum lama ini, menyebutkan, ada bukti bahwa beberapa negara “menyesal telah menyetujui proyek kerjasama”.

Baca juga : "Mengutuk Ingatan"

Studi ini menganalisis 13.427 proyek yang didukung China di lebih dari 165 negara selama 18 tahun. Nilai total proyek mencapai 843 miliar USD.

AidData menemukan bahwa 35 persen proyek China mengalami masalah, antara lain, “skandal korupsi, pelanggaran perburuhan, bahaya lingkungan, dan protes publik.” Pinjaman itu, juga sebagian tak tercantum di neraca negara. Samar.

Kita yakin dan berharap: Indonesia tidak termasuk di dalamnya.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.