Sebelumnya
Duta Besar Inggris di Jenewa, Julian Braithwaite mengatakan, seruan itu sebagai tanggapan atas keadaan darurat yang diberlakukan di Myanmar.
Menurut Braithwaite, aksi militer menahan politisi yang dipilih secara demokratis dan masyarakat sipil, memiliki implikasi serius bagi HAM di Myanmar. “Kita harus segera menanggapi penderitaan rakyat Myanmar dan situasi HAM yang memburuk dengan cepat di sana,” kata Braithwaite.
Lembaga HAM, Amnesty International, menyambut baik langkah Dewan HAM PBB. Organisasi itu mencatat, setidaknya 150 orang telah ditahan sejak kudeta. Dan, sejumlah tokoh pembela HAM di negara itu kabur.
Baca juga : Mulai Hari Ini, Seoul Tawarkan Vaksin Covid Untuk Hewan Peliharaan
Wakil Direktur Regional Amnesty International Emerlynne Gil mengatakan, sangat penting bagi komunitas internasional untuk menggunakan semua alat yang dimilikinya, merespons serangan militer Myanmar terhadap HAM.
Gil menekankan, setiap tindakan yang diambil Dewan HAM PBB, perlu dilihat sebagai pelengkap, dan bukan alternatif dari tindakan yang akan diambil Dewan Keamanan (DK) PBB.
“Pimpinan militer Myanmar termasuk para pelaku kejahatan terhadap hukum internasional. Dan, mereka tidak bisa diizinkan meneror negara tanpa terkendali,” tegas Gil.
Baca juga : Rakyat Myanmar Acungkan 3 Jari
Demo Makin Besar
Rakyat Myanmar tampaknya kini tak takut lagi ancaman junta militer. Mereka terus berdemonstrasi menentang kudeta, meski junta telah mengeluarkan aturan larangan berkumpul. Senin lalu (8/2), junta mengeluarkan larangan pertemuan lebih dari lima orang di beberapa wilayah di negara itu.
Larangan itu dikeluarkan akibat aksi protes massa secara nasional sejak akhir pekan lalu. Pimpinan junta, Jenderal Min Aung Hlaing mengancam akan mengambil tindakan tegas bagi para pelanggar larangan tersebut.
Baca juga : Empat Hari Berkuasa, Junta Militer Myanmar Mulai Ganas
Kendati demikian, kemarin, aksi protes tetap berlanjut. Bahkan, jumlah massa yang ikut serta lebih banyak. Dan masih menyuarakan agar junta segera menyerahkan kekuasaan. Serta, membebaskan Pemimpin defakto Aung Suu Kyi yang juga pemimpin Partai NLD.
Para pendemo kompak membawa gambar Suu Kyi, serta poster dan spanduk yang isinya meminta peraih Nobel Perdamaian tahun 1991 itu segera dibebaskan.
“Kami ingin pemimpin kami. Jangan ada kediktatoran,” tulis beberapa spanduk dan poster yang dibentangkan demonstran.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.