BREAKING NEWS
 

Living Qur`an (18)

Allah: A God Dan The God (2)

Sabtu, 30 Maret 2024 05:50 WIB
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, para teolog menyapu bersih adanya pemahaman keserupan (tajassudi­yyah) Allah dengan makhluk. Kata “tangan Tuhan” (Q.S. Al-Fath/48:10) difahami sebagai “kekuasaan Tuhan”, “mata Tuhan” (Q.S. Al-Thur/52:48) di­fahami sebagai “pengawasan Tuhan”, dan “wajah Tuhan” (Q.S. Al-Baqa­rah/2:272) difahami sebagai “ridha Allah”. Bahkan hal-hal tententu yang bisa mejurus kepada pemahaman tasybih diarahkan pengertiannya ke arah pengertian yang lebih aman, meskipun kadang mengganggu kelurusan makna logika kalimat, misalnya kata: Wa nafakhtu fihi min ruhi fa qa’u lahu sajidin (Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud). (Q.S. Al-Hijr/15:29). Kata min ruhi diselipkan penafsiran dalam kurung “ciptaan”. Ini dilakukan demi mencegah pema­haman bahwa Tuhan meniupkan roh-Nya ke dalam diri manusia.

Logika pendekatan para teolog sebagaimana diuraikan di atas tidak bebas dari kerawanan logika. Jika dite­lusuri melalui pendekatan Ilmu Mantik (Ilmu Logika), pendapat para teolog di atas bisa menimbulkan kerancuan. Bukankah dengan menekankan aspek distinctivness atau ketakterbandingan Tuhan dengan makhluk-Nya justru akan melahirkan dualitas, yaitu adanya Sang Pencipta (al-Khaliq) dan ciptaan (al-makhluq)? Bukankankah tauhid sejati justru yang menghilangkan kesan dualitas (the duality of God)?

Baca juga : Allah: A God dan The God (1)

Para teolog lebih menekankan aspek transendensi dan ketakterbandingan (incomparability) antara Tuhan dan makhluk. Logika seperti ini mirip dengan faham Dvita Vedanta dalam agama Hindu, yang membayangkan Tuhan sebagai Maha Pencipta yang berada di dalam segala kekhususan dan keistimewaa-Nya.

Dalam pandangan teolog, Allah SWT digambarkan lebih menonjol sebagai Tuhan maskulin, yang leb­ih menekankan aspek kebesaran, kekuasaan, dan keagungan, dan ketakterbandingan-Nya. Pemahaman para teolog terhadap ayat-ayat Al-Qur’an lebih terasa exoteric oriented dan formal logic, yang terkesan kaku dan kering. Siapapun yang yang ingin selamat harus melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Jika tidak, maka yang bersangkutan harus bersedia untuk mendapatkan balasan Tuhan.

Baca juga : Menghayati Nama Allah, Rab, Ilah, Dan Asma’ al-Husna (2)

Dalam lintasan sejarah pemiki­ran dunia Islam di Indonesia, pan­dangan para teolog lebih terlihat dominan ketimbang pandangan para teosofi (akan dibahas dalam artikel mendatang). Kita bisa merasakan ketika membaca terjemahan dan tafsir Al-Qur’an yang dikeluarkan Kementerian Agama.

Kesan ini juga sesuai dengan sejumlah penelitian mahasiswa yang pernah mengkaji kitab terjemahan tersebut. Meskipun demikian, secara umum menurut penulis, terjemahan Al-Qur’an ber­bahasa Indonesia masih tetap yang diterbitkan oleh Kementerian Agama.

Baca juga : Menghayati Nama Allah, Rab, Ilah, Dan Asma’ al-Husna (1)

Sudah waktunya kita membaca ulang Al-Qur’an dalam perspektif lain, agar nuansa pemahaman kita terhadap kitab suci Al-Qur’an lebih komperhensif. (Bersambung).

Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka Cetak, Halaman 5, edisi Sabtu, 30 Maret 2024 dengan judul "Living Qur’an (18), Allah: A God Dan The God (2)"

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense