Dark/Light Mode

Tentang Pembangunan PLTA Batang Toru, Tapanuli Selatan

Yang Tidak Setuju, Sudah Diajak Diskusi

Sabtu, 11 Juli 2020 11:08 WIB
Tentang Pembangunan PLTA Batang Toru, Tapanuli Selatan Yang Tidak Setuju, Sudah Diajak Diskusi

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembangunan PLTA Batang Toru adalah proyek strategis nasional untuk memenuhi kebutuhan 15 persen energi listrik beban puncak di Sumatera Utara. Belakangan, ada penggiat lingkungan yang mengkritisi proyek ini dan menggelar webinar, tiga hari lalu. Sejumlah aktivis dalam seminar virtual yang digelar oleh WALHI Nasional itu menyebut, pembangunan proyek PLTA bisa merusak ekosistem dan mengancam habitat Orangutan Tapanuli. Benarkah begitu?

Berikut ini penjelasan Emmy Hafild, mantan Direktur Eksekutif WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) yang juga pemerhati lingkungan, dan sangat concern mengikuti proyek tersebut.

Baru-baru ini, Walhi menyelenggarakan webinar dengan temaMendorong Penguatan Perlindungan Ekosistem Batang Toru, Tapanuli Selatan”. Diceritakan, ada sejumlah kerusakan ekosistem akibat pembangunan infrastruktur tersebut. Bagaimana tanggapannya?

Isu yang diangkat itu umum semua, tanpa data yang spesifik. Artinya, WALHI tidak mempunyai studi yang mendalam mengenai ekosistem Batang Toru, tingkat kerusakan, dan sebagainya.

Sebetulnya, sudah ada data-data yang dikumpulkan oleh berbagai pihak dan cukup detil. Misal, studi yang dibuat oleh PanEco, Non Government Organization yang bermarkas di Swiss, yang fokus pada perlindungan Orangutan, pendidikan dan lingkungan), CSERM-UNAS (Centre for Sustainable Energy and Resources Management – Universitas Nasional), Penelitian Orangutan Kuswanda, dan lain-lain. Itu kok tidak dijadikan referensi.

Baca juga : Dukung Penanganan Covid, AP II Siapkan Inovasi Layanan Kesehatan di Bandara Soekarno Hatta

Data-data yang dipakai juga banyak data lama. Misalnya, lokasi PLTA masih memakai izin yang lama. Padahal, yang sekarang hanya 1.812 hektar saja. Itu pun bukan tapak proyek.

Karena tapak proyek hanya 122 hektar, termasuk kolam tandon harian.

Benarkah pembangunan PLTA ini tidak mempedulikan masyarakat sekitar dan komunitas adat di sana?

Soal masyarakat adat, partisipasi diperbaiki, saya setuju. PLTA Batang Toru sudah melakukan itu sejak awal. Konsultasi terus dilakukan, desain proyek dipaparkan. Yang tidak setuju, sudah diajak berdiskusi.

PLTA Batang Toru sudah diterima masyarakat adat di sana lewat proses Margondang, menurut Raha Luat Marancar dalam webinar tersebut. Ada kesulitan untuk partisipasi penuh seperti yang dinginkan WALHI, karena kepentingan masyarakat juga macam-macam. Sudah sepakat pun, kadang-kadang masih berubah-ubah.

Baca juga : Golkar Sebut Tidak Semua Suka Disuapi

Ada juga raja-raja penguasa lahan di sana yang menjadi broker tanah. Yang seperti itu, akhirnya ditinggalkan oleh pemerintah maupun perusahaan. Kalau raja penguasa seperti itu tidak dilibatkan, bukan berarti tidak ada konsultasi dengan masyarakat.

Raja broker tidak dilibatkan, tetapi konsultasi jalan terus, pemberdayaan masyarakat pun jalan terus. Yang dibicarakan bukan hanya kepentingan Tapanuli Selatan, tetapi juga Tapanuli Tengah, dan Utara.

Kalau masyarakatnya homogen, tentu partisipasi penuh itu bisa dilakukan, asal syaratnya masyarakat kompak.

Webinar yang digelar WALHI, tidak memfokuskan soal isu perubahan iklim yang sesungguhnya menjadi ancaman nyata.

Bagaimana posisi PLTA Batang Toru terhadap isu ini? Bagaimana analisa lingkungannya?

Baca juga : Larangan Ngobrol Di KRL Bakal Susah Diterapkan

Saya ini mantan Direktur Eksekutif WALHI. Saya berpihak pada energi terbarukan. Untuk PLTA ya PLTA ROR (Run of River). Yaitu PLTA yang memanfaatkan arus aliran sungai secara langsung, tanpa menampungnya di sebuah bendungan atau waduk.

Untuk itu, saya melakukan upaya supaya tidak ada dampak residual PLTA Batang Toru terhadap lingkungan hidup dan ekosistem Batang Toru. Itulah yang disebut pembangunan berkelanjutan, antara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup seimbang.

Indonesia harus memenuhi target National Determined Contribution (NDC) untuk Paris Agreement, supaya kenaikan temperatur global bisa ditekan di bawah 2 persen.

Kita harus berpikir holistik dan global. Kita harus berbangga bahwa upaya keras Indonesia untuk menurunkan emisinya, sudah diakui secara terukur oleh pemerintah Norwegia.

Kinerja ini harus kita tingkatkan, antara lain dengan meningkatkan energi terbarukan dalam bauran energi kita. Jangan sesatkan publik dengan data yang salah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.