Dark/Light Mode

Langgar PSBB Transisi Berulang Kali, Denda Lebih Berat Menanti

Denda Progresif Tak Jadi Sanksi Utama

Jumat, 7 Agustus 2020 09:21 WIB
Zita Anjani, Fraksi PAN/Wakil Ketua DPRD DKI (Foto: Ist)
Zita Anjani, Fraksi PAN/Wakil Ketua DPRD DKI (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyusun aturan denda progresif bagi pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi.

Kepala Satpol PP DKI, Arifin mengatakan, pihaknya tengah menyusun regulasi tersebut bersama Biro Hukum Provinsi DKI. Arifin menjelaskan, denda progresif itu akan diberlakukan karena hingga kini jumlah pelanggar PSBB transisi masih tinggi. Menurutnya, tak sedikit yang melakukan pelanggaran hingga berulang kali.

Wacana denda progresif ini awalnya muncul, karena ada klaster baru, yaitu klaster perkantoran di masa PSBB transisi. Karena munculnya klaster baru ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun berniat memperketat pengawasan protokol kesehatan.

Anies menuturkan, pihaknya akan mengumumkan perusahaan yang melanggar protokol kesehatan di masa PSBB transisi. Tak hanya itu, Anies juga berencana menerapkan denda progresif, apabila ada karyawan baru yang menjadi pasien Covid-19 di kantor.

Namun, denda progresif ini juga diwacanakan akan diterapkan, bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran berulang. Bagi masyarakat yang kembali melanggar, Pemprov DKI akan menjatuhkan denda yang lebih berat, dari pada pelanggaran sebelumnya.

Lantas, bagaimana pandangan DPRD DKI terkait wacana ini? Setujukah mereka dengan penerapan denda progresif bagi masyarakat? Bukankah kehidupan ekonomi masyarakat akan lebih berat kalau denda ini dikenakan? Berikut penjelasan wawancara dengan Fraksi PAN/Wakil Ketua DPR DKI, Zita Anjani:

Bagaimana pandangan Anda mengenai wacana ini?

Baca juga : Kabareskrim: Teman Seangkatan Juga Saya Sikat

Ini masih digodok, aturannya belum keluar. Kita belum tahu teknisnya bagaimana nanti. Secara garis besar, dikutip dari apa yang disampaikan Pak Gubernur, sebetulnya sudah baik niatnya, yaitu untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Apakah tak ada yang perlu dikritisi?

Ada dua catatan penting dari saya terkait sanksi ini.

Apa saja dua catatan tersebut?

Pertama, sanksi ini harus dijalankan dengan tegas. Yang dimaksud tegas di sini adalah, pengawasan dan penindakannya konsisten setiap saat. Jangan sama kayak sanksi tidak menggunakan masker.

Ada apa dengan sanksi tidak menggunakan masker?

Sudah ada payung hukumnya, Pergub Nomor 51/2020, tapi masih kecolongan. Di tempat umum, masih ada yang tidak menggunakan masker, karena pengawasan hanya dilakukan pada jam-jam tertentu, tidak setiap saat. Makanya, kalau mau beri efek jera, payung hukum dan penindakan di lapangannya juga harus seirama, semuanya harus bertaring.

Baca juga : Langgar PSBB Transisi, 2000 Orang Kena Sanksi Sosial

Apa catatan yang kedua?

Kedua, kita dalam situasi krisis ekonomi, semua kalangan mengalami kesulitan, terutama warga biasa yang ekonominya di bawah. Jadi saya berharap, denda progresif ini tidak jadi sanksi utama, apabila ada masyarakat yang melanggar.

Lantas, apa sanksi utamanya?

Kalau individu, mungkin bisa diberi peringatan dan langsung kerja sosial di tempat. Begitu juga tempat usaha, opsi sampai ditutup toko atau kantornya mungkin bisa jadi opsi terakhir. Sanksi awalnya mungkin ada yang lebih bijak. Sebetulnya mengenai jera atau tidak, bukan pada sanksi yang berat, tapi intensitas pengawasan yang dilakukan Pemprov. Orang kalau terus diawasi, pasti patuh juga, tanpa harus diberi sanksi. Jadi, pengawasannya harus lebih maksimal.

Apakah Anda tidak setuju sanksi denda progresif ini?

Saya sepakat ada sanksi progresif, tapi tidak jadi sanksi utama.

Bisa dijelaskan?

Baca juga : Langgar Aturan Transportasi New Normal, Izin Operator Bisa Dicabut

Sanksi itu harus ada tahapannya. Pertama, diberi sanksi ini. Kalau masih melanggar, naik level sanksinya, sampai pada akhirnya denda progresif. Tidak bisa orang baru ketemu dan melanggar, langsung diberi sanksi progresif dalam keadaan ekonomi seperti sekarang.

Bukankah sanksi kerja sosial sudah pernah diterapkan terkait wajib pakai masker. Hasilnya, warga masih banyak yang melanggar...

Kerja sosial memang sudah diterapkan sebelumnya. Tapi, yang membuat tidak efektif bukan karena bentuk sanksinya. Masih banyak yang melanggar itu bukan karena sanksinya kerja sosial, tapi karena pengawasan masih kurang. Kalau setiap saat ditemui orang yang melanggar dan langsung disuruh kerja sosial, lama-lama pasti jera. Jadi, ini bisa opsi sanksi awal, kemudian akan berujung pada denda.

Apa saran Anda agar pengawasan bisa lebih maksimal?

Pengawasan jangan dilakukan hanya pada jam-jam tertentu. Rata-rata saya lihat, ramai itu pagi saja. Harus dibuat sampai tiga tahap dalam sehari. Contohnya pasukan pengawas dibuat shiftnya, ada yang pagi, siang, dan sore. Saya rasa itu tidak berat dan bisa kita terapakan.

Lalu, pengawasannya jangan hanya di pinggir jalan. Sebar sampai masuk ke dalam-dalam tempat keramaian. Jadi, benar-benar terpantau. (NDA)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.