Dark/Light Mode

Hadapi Ancaman Resesi Ekonomi

Presiden Pake Jurus Hadapi Pandemi Covid

Minggu, 15 Mei 2022 06:45 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan sejumlah arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Senin (09/05/2022). (Foto : Dok. setkab).
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan sejumlah arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Senin (09/05/2022). (Foto : Dok. setkab).

 Sebelumnya 
Bahkan angka ini lebih baik daripada China (4,8 persen), Jerman (4,0 persen), Korea Selatan (3,1 persen), dan Singapura (3,4 persen).

Pertumbuhan yang kuat ini juga didukung oleh stabilnya inflasi, yang tercatat sebesar 0,95 persen month-to-month (mtm) dan 3,47 persen year-on-year (yoy) pada April 2022.

Angka tersebut masih dalam rentang target 3±1 persen (yoy) di tengah kenaikan harga komoditas pangan dan energi serta kenaikan inflasi di beberapa negara.

Baca juga : Pimpinan Serikat Pekerja Turki Temui Presiden KSPSI Andi Gani

Dilanjutkan Airlangga, sektor eksternal Indonesia juga bertahan cukup baik. Neraca perdagangan masih mencatatkan surplus dalam 23 bulan berturut-turut, termasuk nilai tukar dan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) masih kuat, dan rasio utang eksternal Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih berada di level aman.

“Proyeksi ekonomi yang membaik juga akan menciptakan kepercayaan diri publik dan investor, sehingga aktivitas ekonomi lokal akan meningkat pula,” tegas Airlangga.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, resesi global berpotensi terjadi pada akhir 2022 atau awal 2023. Hal itu terjadi apabila kenaikan tingkat suku bunga khususnya Fed Rate terlalu cepat dan agresif sebagai respons dari meningkatnya inflasi di Amerika.

Baca juga : Taxi Alsintan Bantu Petani Kembangkan Inovasi Pra Dan Pasca Panen

Kenaikan suku bunga ini akan picu ledakan biaya pinjaman dari berbagai perusahaan, terutama perusahaan dengan level Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi. Selain itu, kenaikan suku bunga di ASakan mendorong kontraksi konsumsi masyarakat karena gagal bayar utang kredit perumahan, dan kredit konsumsi akan naik tajam.

“Jika resesi terjadi di AS, dampak yang dirasakan bisa ke negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka.

Dia memprediksi efek naiknya suku bunga acuan ASakan mendorong imbal hasil surat utang Pemerintah atau Surat Utang Negara (SUN) di atas 101.7 basis poin atau menjadi 7,4 persen untuk tenor 10 tahun.

Baca juga : Beda Dengan China, Hong Kong Percepat Pelonggaran Aturan Covid-19

“Pembayaran bunga yang lebih mahal akan sebabkan tekanan fiskal yang hebat. Ini akan berdampak buruk bagi perekonomian kita,” ujarnya.

Ia mengingatkan, konflik di Ukraina yang berkepanjangan disertai lock down di China akan mengganggu rantai pasok beberapa kebutuhan impor industri Indonesia.

“Dampaknya, pertumbuhan di atas 5 persen belum tentu bisa terulang di kuartal berikutnya. Ini harus kita antisipasi dengan menjaga kualitas pertumbuhan,” tegasnya. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.