Dark/Light Mode

Sri Mulyani Bicara Ancaman Resesi

RI Nggak Bakal Seperti Sri Lanka

Kamis, 14 Juli 2022 07:54 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Instagram/smindrawati)
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Instagram/smindrawati)

 Sebelumnya 
Merespons kondisi itu, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini bilang, pemerintah menyiapkan langkah-langkah untuk bisa menahan inflasi tersebut. Ia mencontohkan harga listrik, BBM yang di tingkat global mengalami kenaikan.

"Setiap negara yang harganya beda dengan harga internasional, pasti mereka kasih subsidi. Persoalannya, negaranya masih punya kemampuan kasih subsidi atau enggak? Maka, kelihatan nanti APBN nya," tutur Sri Mul. "Ada negara lain yang tidak mampu kasih subsidi, ya berarti rakyatnya harus bayar harga itu," sambungnya.

Lalu bagaimana kondisi Indonesia? Apakah APBN masih cukup kuat untuk menanggung subsidi, untuk menahan goncangan inflasi pangan dan energi global saat ini? "Kebetulan APBN punya kemampuan," jawab Sri Mul.

Baca juga : Dunia Terancam Resesi, Rupiah Lemes

Namun, ia belum bisa memberikan gambaran bagaimana kondisi APBN di 2023. Karena, selain harus bisa menghitung potensi inflasi tahun depan juga harus menunggu RUU APBN 2023 terlebih dahulu.

Makanya, Sri Mul heran kalau sekarang ini sudah banyak yang komen soal APBN 2023. "Wong Menteri Keuangannya aja belum bikin Undang-Undangnya, kayaknya sudah tahu banget Undang-Undang itu, saya kagum juga sih sebetulnya," selorohnya.

Sri Mul juga memastikan APBN terus menjadi instrumen untuk menjaga keseimbangan antara menjaga rakyat, ekonomi dan kesehatan APBN itu sendiri. Seperti saat dihantam pandemi Covid-19, maka negara melalui APBN menggelontorkan anggaran untuk memberi perlindungan kesehatan, baik itu vaksinasi maupun perawatan di rumah sawit.

Baca juga : Arjuna dan Garuda Bakal Bersepeda Dari Jakarta Hingga Semarang

"Rakyat sekarang diguncang oleh inflasi, kita coba jadi bantalan untuk inflasi. Korporasi sudah mulai bangkit, beberapa sektor masih ketinggalan, kita coba bantu untuk mereka bangkit. APBN sendiri harus juga tetap sehat," pungkasnya.

Direktur eksekutif dari lembaga Center of Reform on Economics, CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengamini pernyataan Sri Mul. Kata dia, kemungkinan Indonesia mengalami seperti Sri Lanka masih sangat jauh, jika dilihat dari berbagai indikator. "Untuk resesi, saya rasa masih jauh, tapi yang mungkin terjadi peningkatan risiko berupa melambat atau tertahannya pertumbuhan ekonomi jika kondisi ini terus terjadi," katanya.

Indikator pertama adalah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi di Indonesia 3,19 persen di periode Januari-Juni 2022. Angka itu, timpang secara drastis dengan inflasi di Sri Lanka yang sudah mencapai 50 persen, bahkan disebut berpotensi mencapai 80 persen. "Kondisi inflasi Indonesia masih sangat moderat dibandingkan Sri Lanka," kata Faisal.

Baca juga : Menko Polhukam Benarkan Presiden Jokowi Bakal Temui Putin

Indikator kedua adalah neraca perdagangan Indonesia yang surplus karena topangan komoditas yang harganya kini meningkat, yaitu batu bara dan kelapa sawit. Sebaliknya, Sri Lanka itu net-importer energi, sehingga ketika mengalami peningkatan luar biasa harganya di internasional, mereka yang paling terpukul dibandingkan negara seperti Indonesia.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.