Dark/Light Mode

Plus Minus Dampak Kenaikan BI Rate

Industri Masih Pede Kredit Tetap Tumbuh

Selasa, 25 Oktober 2022 07:30 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (Foto: Antara).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (Foto: Antara).

RM.id  Rakyat Merdeka - Bank Indonesia (BI) kembali mengerek suku bunga acuannya atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (repo rate) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen. Bagaimana dampaknya bagi pertumbuhan kredit dan perekonomian nasional?

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, kenaikan tersebut memiliki dampak positif dan negatif sekaligus pada kredit hingga ekonomi secara nasional.

Sisi positifnya, kata Bhima, kenaikan suku bunga dapat memperkuat ketahanan nilai tukar rupiah terhadap penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang terus berlanjut.

Baca juga : Antrean Panjang Dan Saldo Kartu Terpotong Dua Kali

“Sementara, efek negatif akan dirasakan pelaku usaha dan perbankan. Karena kenaikan suku bunga memicu kenaikan suku bunga pinjaman atau kredit,” ujar Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Berdasarkan pantauannya, suku bunga pinjaman bank mulai terpantau meningkat. Sehingga pelaku usaha harus mulai mengatur strategi membayar bunga dan cicilan pinjaman modal kerja.

Kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 50 bps itu, melanjutkan kenaikan suku bunga pada Agustus 2022 sebesar 25 bps dan September 2022 sebesar 50 bps. Maka total suku bunga BI sudah naik 125 bps sepanjang tahun ini.

Baca juga : Panglima Mandau Dayak Yakin Kehadiran IKN Nusantara Tetap Jaga Kearifan Lokal

Bhima memprediksi, kenaikan suku bunga yang terus berlanjut akan mengakibatkan penurunan belanja masyarakat. Terutama pada pembelian kendaraan bermotor dan rumah yang akan ikut melambat. Sebab, bunga kredit ikut naik, seiring dengan meningkatnya suku bunga BI.

Menurut Bhima, hal inilah yang menurunkan inflasi inti, karena demand (permintaan) melemah. Namun yang menjadi tugas utama Pemerintah, yakni mengendalikan cost push inflation, atau kenaikan inflasi akibat biaya produksi dan operasional perusahaan yang meningkat.

Seperti naiknya biaya bahan baku, karena harga komoditas meningkat, atau tarif angkutan naik karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) melonjak.

Baca juga : Pemulihan Dampak Peristiwa Kanjuruhan Harus Menyeluruh

“Pekerjaan Rumah (PR) Pemerintah yakni mengendalikan sisi penawaran lewat intervensi di pangan dan energi. Selama cost push masih terjadi, naiknya bunga acuan tidak serta merta akan menurunkan inflasi umum,” jelas Bhima.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.